MBAH SA'ID MENANGGAPI SA'ID AQIL
Oleh: KH. Sa’id Abdurrahim,
Pengasuh PP. MUS Sarang Rembang Jateng
Kami mengenal Said Aqil sewaktu tahun pertama kami mukim di Mekkah Al Mukaromah pada tahun 1990. waktu kami di sana Beliau kuliah di Universitas Ummil Quro, saat itu beliau sedang menempuh program doktoral di Universitas Ummul Qura.
Kami lebih akrab dengan sebagian mahasiswa Indonesia di Mekkah, termasuk said aqil, dikarenakan kami -tholabah mukimin Mekkah- punya kegiatan daurah yang diadakan setiap hari Kamis yang diikuti juga oleh sebagian mahasiswa.
Beliau pernah diundang kegiatan daurah sebagai pembicara dalam diskusi yang berjudul tasawuf falsafi. mahasiswa yang S3 ini biasa dikatakan sebagai senior mereka sering diundang untuk mengisi acara acara diskusi dan yang lain.
Kami sering juga berkunjung di rumah beliau di aziziah. Beliau menjadi imam di sebuah masjid di sana, mengimami shalat maktubah. Saya sering berkunjung ke sana, ngobrol-ngobrol dan diskusi bersama teman-teman, walaupun kami hanya banyak mendengar beliau yang banyak bicara. Termasuk yang menjadikan saya pribadi sering berkunjung ke sana adalah karena beliau ini diberi fasilitas oleh pemerintah- kita katakan DEPAG lah kalau di sini- bisa mendatangkan kitab-kitab yang semestinya dilarang oleh pemerintah Saudi, yaitu Kitab Tasawuf karena beliau saat itu sedang menempuh program Doktor jurusan Ushuluddin yang disertasinya membahas “tasawuf falsafi”. Dia diberi ruhsoh untuk mendatangkan kitab-kitab yang mestinya dilarang dari beberapa negara tetangga. Beliau menjadikan kesempatan ini untuk membantu para tholabah Di makkah yang berminat memiliki kitab-kitab yang berkaitan dengan tasawuf.
Kami sering ke sana melihat dan membeli beberapa kitab yang berkaitan dengan tasawuf, yang dilarang beredar di toko-toko kitab. Setelah kami dan teman teman ngobrol ngobrol dengan beliau, dan banyak mendengar beliau berbicara, kesan saya beliau ini adalah seorang yang cerdas, kritis, dan suka mengkritik kesana-kemari seperti mengkritik para ulama. Bahkan Beliau juga sering mengkritik perilaku Kyai yang ada di pondok pesantren di Jawa. Saya rasa ini bukan kebiasaan yang dilakukan oleh Profesor Said Aqil sendiri, melainkan juga kebiasaan orang-orang sarjana, terutama yang sudah Doktor dan Profesor. mereka merasa tidak afdol kalau belum mampu mengkritik kesana kemari. Menurut mereka, hal itu adalah kelebihan-kelebihan yang semestinya dilakukan oleh seorang mahasiswa tingkat Doktor dan Profesor.
Kami juga hadir ketika beliau mempertahankan desertasinya untuk mencapai gelar doktor dengan risalah yang berjudul” صلة الله بالكون في التصوف الفلسفي”. Beliau mengupas tentang tasawuf dan mengkritik keras tasawuf falsafi. Beliau bahkan menyesatkan dan mengkafirkan para Mutashowifah yang cenderung pada tasawuf falsafi seperti imam ghazali dan sebaginya. Saya menilai bahwa beliau ini adalah orang yang dimanfaatkan oleh lembaga pendidikan perguruan tinggi di Saudi. Lembaga ini punya misi untuk men propagandakan paham-paham Wahabi, menggencarkan anti tasawuf dan mutashowiffah karena menurut mereka dianggap sesat.
Jadi saya menilai beliau itu terjebak oleh misionaris para ulama Wahabi. Saya menilai begitu karena beliau itu dipaksa untuk membuat risalah yang menghantam para mutashowifah. Yang menentukan judul itukan para guru besarnya, yang punya misi menyesatkan para mutashowifah. Lha pak Said Aqil diberi gelar, tapi dengan syarat harus membuat risalah yang isinya menyesatkan dan mengkafirkan para . Ini termasuk bagian dari tipu daya para ulama Wahabi yang punya misi seperti yang telah saya sebutkan diatas.
Apa yang saya sampaikan ini sebagai ungkapan pembelaan dan perasaan tidak rela yang wajib kita sampaikan, karena saya belum mendengar ada orang yang mengungkap secara terbuka tentang masalah ini. Jangan sampai para ulama Yang kita hormati dan diakui keilmuannya dan kewaliannya oleh mayoritas umat Islam, seperti Imam Ghozali, imam nawawi, dan sebagainya, divonis sesat oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
Pada kesempatan ini kami akan memberikan pandangan dan tanggapan
yang berkaitan dengan buku dua Prof. Said Aqil, yaitu buku “tasawuf sebagai kritik sosial, mengedepankan Islam sebagai inspirasi bukan aspirasi” dan “Islam kebangsaan fiqih demokratif kaum santri. dalam 2 buku beliau ini ada beberapa pendapat yang tidak layak disampaikan oleh tokoh puncak NU. Karena itu harus kita tanggapi, kita luruskan dan kita tolak dengan tegas.
Pendapat yang disampaikan oleh Pak Said Aqil dalam bukunya “tasawuf sebagai kritik sosial” dan “bukunya Islam kebangsaan” Menurut kami sangat berbahaya, karena ini menyangkut masalah aqidah, bukan hanya berbahaya terhadap pribadi Pak Said Aqil sendiri tapi juga berbahaya terhadap kalangan masyarakat umum, karena beliau adalah sebagai pemimpin ormas terbesar, yaitu NU. Tentunya segala tindakan dan ucapannya akan diikuti oleh para warga NU yang jumlahnya puluhan juta, terutama dari kalangan awam. Ada ungkapan mengatakan bahwa:
الناس على دين ملوكهم
“Agama Manusia itu menurut pimpinannya”
Kalau pemimpinnya sesat maka anak buahnya, bawahannya, juga ikut tersesat. Ada ungkapan juga:
” إذا زل العالِم زل العالَم”
“Ketika orang yang mempunyai ilmu melakukan kesalahan maka alam juga akan ikut melakukan kesalahan
Karna seorang kiyai, seorang ‘alim itu menjadi panutan. Tidak dalam hal kebenaran saja tapi menjadi panutan-panutan atas kesalahan-kesalahan, terutama dari kalangan awam.
Pendapat-pendapat yang nyeleneh ini sangat berbahaya sekali kalau diucapkan oleh kalangan Islam sendiri apalagi dari tokoh-tokohnya. Ini lebih berbahaya dari ungkapan yang disampaikan oleh kalangan non muslim. Karena kalau yang menyampaikan ini Mengaku-ngaku sebagai orang Islam, apalagi sebagai tokoh Islam, tentunya akan lebih menyesatkan orang-orang Islam, terutama dari kalangan muslim yang awam.
Kalau kita jujur, pendapat-pendapat yang kontroversial sebetulnya tidak berasal dari para ulama yang telah diakui keilmuannya oleh ulama, tetapi pendapat-pendapat itu menyimpang dari Manhaj, dari metode pemahaman yang telah disepakati. mereka itu mengambil pemahaman-pemahaman keagamaan dari orientalis dan dari dosen-dosen Universitas barat yang menganggap bahwa ilmu agama ini dijadikan sebagai kajian keilmuan yang tidak mutlak kebenarannya. Mereka berupaya Bagaimana ilmu agama itu bisa dirasionalkan dengan akal pikiran kalau tidak rasional maka ditolak padahal banyak sekali dalam Islam hal-hal hal mughoyabat (hal yang bersifat ghoib) dan banyak sekali ajaran-ajaran yang taabudi (tidak bisa di nalar). Ini jelas sudah menyimpan jauh dari pemahaman yang telah kita terima dari guru-guru kita, dari guru-gurunya, sampai pemahaman yang dipahami para tabi’in dan para sahabat. Karena itu sebagian tabiin, mengatakan:
العلم دين فانظروا عن من تأخذون دينه
“Ilmu itu agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama itu
Jadi sebetulnya pemahaman-pemahaman yang nyeleneh ini kalau kita merujuk, itu bisa kita pasti kan sudah menyimpang dari tata cara pemahaman yang telah diakui dan disepakati oleh para ulama terdahulu.
Dalam bukunya yang berjudul Tasawuf sebagai kritik sosial, pada halaman 84 Said Aqil mengatakan sejarah kelahiran Sunni dan Syiah merupakan sunnatullah yang harus di syukuri sebagai pemikiran umat Islam. Kelahirannya tidak lepas dari persoalan politik yang membelah umat Islam dalam perang saudara. Perbedaan antara beberapa hal ini jelas ada. Bahkan jelas berbeda. Syi’ah sebagai gerakan politik sedangkan Suni hanya kultural Oleh karena itu tidak mustahil keduanya bertemu dalam satu wadah.
TANGGAPAN: Pandangan ini menyesatkan karena bagaimanapun juga Syiah itu adalah kelompok yang aqidahnya jauh berbeda dengan Ahlussunnah Wal Jamaah. Syiah adalah kelompok yang banyak sekali penyimpangannya, tidak sesuai dengan kebenaran. Diantaranya menganggap bahwa mushaf Utsmani banyak yang di rubah mencaci maki para sahabat, menganggap Maksum beberapa Imam ‘Isna Ashar, mengatakan bahwa Islam masih belum sempurna dan masih harus disempurnakan oleh Imam Imam mereka, bahkan rofidloh menganggap murtad kepada para sahabat seperti Abu Bakar, Umar, dan para sahabat yang lain. Karena mereka menilai para sahabat tersebut tidak mengakui keimamannya Sayyidina Ali. Semua itu adalah pandangan-pandangan yang jelas tidak bisa disatukan, istilah sekarang tidak bisa di-taqrib-kan antara paham ahlussunnah dengan paham Syiah.
Kalau memang ada upaya upaya pendekatan antara Syi’ah dan ahlussunnah, itu pada hakekatnya hanya dilatarbelakangi oleh politik. Karena waktu ada perang di Irak banyak yang mengklaim bahwa Syiah lah yang memprakarsai Amerika untuk invasi dan menjatuhkan Saddam Hussein. Disana terjadi Gejolak antara Sunni dan Syiah yang dikhawatirkan akan menjadi pertumpahan darah. Karena itu muncul upaya-upaya dari tokoh Islam dunia seperti mengumpulkan mereka pada Piagam aman, pada Piagam Bogor, yang pada intinya dicari kesepakatan Bagaimana Syi’ah dan ahlussunnah bisa akur. Dalam arti muamalah dzohiroh, bukan dalam arti memadukan, menyelaraskan, men-jami-kan antara kedua kelompok yang akidahnya jelas-jelas berbeda.
Tokoh-tokoh yang hadir dalam pertemuan itu tetap menganggap bahwa Syi’ah dan ahlussunnah tetap tidak bisa disatukan. Piagam itu hanya sebagai upaya biar tidak terjadi pertikaian antara Syi’ah dan ahlussunnah, khususnya di Irak pada waktu itu.
Kita berhubungan baik dengan Syiah sebatas muamalah dzohiroh tidak masalah selama dia tidak melakukan Syiahisasi. Selamat tidak mengajak orang lain untuk mengikuti faham mereka dan masuk pada kelompok mereka, hal ini yang tidak diperbolehkan. mereka meyakini keyakinan yang mereka yakini tidak masalah. Adapun kesalahan keyakinan mereka itu harus mempertanggungjawabkan bainahu wa bainallooh, selama dia tidak mengajak orang lain untuk mengikuti ajaran mereka. Kalau mereka sudah melakukan syi’ahisasi maka kepala negara atau yang berwenang harus bisa melarang mereka.
Kalau kita jujur, justru kalau Syiah itu dikembangkan di negara-negara yang mayoritas Sunni, akan menimbulkan perpecahan dan Gejolak yang tidak ada hentinya. Kita bisa lihat di Irak, pertumpahan darah antara sunni dengan Syiah, bom bunuh diri dan sebagainya tidak ada hentinya. Itu terjadi selama berabad-abad sampai sekarang masih terjadi, padahal Syi’ah itu hanya beberapa persen dari populasi umat Islam mungkin hanya 10% dari jumlah umat Islam di seluruh dunia.
Syiah pandai sekali mempermainkan kata-kata siasat mereka punya doktrin taqiyyah. Ketika banyak dari tokoh mengajak taqrib, mereka selalu mencederai kesepakatan-kesepakatan. Banyak sekali ulama yang diajak taqrib dengan mengajukan beberapa persyaratan, diantaranya tidak mengumbar caci maki para sahabat, tidak menganggap Al Quran Usman sebagai Al-quran yang telah di-tahrif. Tapi mereka selalu mencederai kesepakatan-kesepakatan tersebut.
Syiah sebagai golongan yang berdasarkan ideologi kebencian, caci maki, penghinaan kepada orang-orang yang telah dimuliakan oleh kelompok Muslimin, bahkan dimuliakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Ini adalah kelompok sesat. Kelompok yang mendasarkan ideologi pada kebencian ini tidak sesuai, sejalan dengan sifat orang Islam, dengan sifat orang kafir Allah berfirman:
“ليغيظ بهم الكفار”
“Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mukmin)”.
Dasar paham yang didasarkan pada kebencian ini jelas membuktikan kesalahan dari aliran kelompok tersebut.
Kelompok syiah ini dianggap sesat oleh pendiri NU, hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, MUI Jatim juga memutuskan bahwa Syiah adalah kelompok sesat. Putusan MUI Jatim ini dijadikan pijakan majelis hakim untuk memperberat hukuman tokoh Syiah Sampang yang beberapa tahun kemarin telah menggemparkan pemberitaan.
Dalam bukunya “tasawuf kritik sosial” Said Aqil mengatakan bahwa Imam Syafi’i itu adalah simpatisan Syiah.
TANGGAPAN: Ini adalah tuduhan yang sangat tidak mendasar. Mungkin Said Aqil Ini mendengar syair Imam Syafi’i:
يا أهل بيت رسول الله حبكم…فرض من الله في القرآن أنزله
يكفيكم من عظيم الفخر أنكم…من لم يصل عليكم لا صلاة له
“Wahai ahlulbait rosulillah, mencintai kalian adalah kewajiban dari Allah melalui Al Quran yang diturunkannya. Cukuplah sebagai bukti besarnya kebanggahan kalian, bahwa # siapapun yang tidak bersholawat kep ada kalian, maka ia belum dianggap melakukan sholat
Terlalu dangkal pemahaman Pak Said Aqil, jika hanya karena Imam Syafi’i mengatakan حبكم فرض من الله itu dianggap simpatisan Syiah. Padahal sudah menjadi bagian dari ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, bahwa mencintai Ahlul Bait, seperti mencintai Sayyidah fatimah, Sayyidina Ali, dan sebagainya, adalah suatu kewajiban cuma perbedaannya Ahlussunnah Wal Jamaah mencintai Ahlul Bait dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat, tidak seperti cara mencintai Ahlul Bait yang dilakukan syiah, seperti meratap, melukai diri, dan sebagainya.
Yang paling berbahaya dari buku Pak Said Aqil kritik tasawuf ini, adalah halaman 309. Pak Said Aqil menafsiri surat Al Maidah:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالصَّابِئُـوْنَ وَالنَّصٰرٰى مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًـا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang yahudi, shabi’in dan orang-orang nasrani siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar salah, maka tidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka berserdih hati
Pak Said Aqil menulis bahwa ayat yang dikutip diatas mengngatkan kita bahwa umat beriman itu bukanlah monopoli umat islam baik kaum yahudi, kristen, shobiun,penyembah berhala, penganut Budha, Hindu Konghucu, maupun penganut kepercayaan lainnya, semua adalah umat beriman sepanjang dalam keyakinan mereka terselip butir-butir keimanan kepada Allah Tuhan Yang Sang Hyang Widhi atau apapun namanya. Tuhan pun tidak akan marah seandainya tidak dipanggil Allah seperti orang Jawa memanggil Pangeran atau gusti Allah.
TANGGAPAN: Ayat ini sebetulnya diarahkan bagi Yahudi dan Nasrani yang ada sebelum diutusnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Ini menunjukkan bentuk toleransi Islam. Bahwa Islam masuk, mengakui masih menjamin pahala bagi Yahudi dan nasroni yang iman tapi sebelum diutusnya nabi besar muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Dalam kitab Mafatihul Ghaib karya Imam Fakhruddin ar-Razi hal 97 v.III, menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud orang-orang beriman dalam ayat itu adalah orang-orang yang beriman kepada nabi Isa AS. Yang tidak ikut bertanggung jawab atas penyimpangan-penyimpangan kaum Yahudi dan Nasrani seperti Qis bin Saidah, rahib Buhaira, Habib An Najjar, Zaid bin Amr Bin Nauval, Waraqah Bin Naufal, Salman Al Farisi, Abu Dzar al-Ghifari, dan lain-lain. Dalam firman itu, menurut Ibnu Abbas, seolah Allah mengatakan, sesungguhnya orang-orang yang beriman sebelum terutusnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, dan orang-orang yang mengikuti agama bathil kaum Yahudi dan nasroni, seorang yang beriman yang beriman dari mereka setelah terus Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Iman kepada Allah hari akhir, dan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. mereka bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka.
Menurut Para mutakallimin yang dimaksud dengan orang-orang beriman pada ayat itu adalah orang-orang yang beriman kepada nabi Muhammad SAW, dengan sebenarnya. Artinya, orang yang beriman pada masa lalu, dan akan terus beriman pada masa yang akan datang. (mafatikhul ghoib v.III, hal.97).
Dari beberapa kitab tafsir yang ada, tidak ada satupun yang mendukung penafsiran bahwa agama Apapun akan Memperoleh jaminan kebahagiaan di sisi Allah, meskipun tidak mengimani kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Ada sebagian kaum pluralis, liberal agama yang memenggal tafsir Al Mannar dengan tidak utuh sehingga memberikan kesan bahwa penulis Al Mannar berpendapat Ada persyaratan bagi orang Yahudi, Nasrani, dan Shobiin untuk beriman kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Imbas dari paham keliru dan manipulasi atau kutipan Al mannar itu pula mereka sampai berkesimpulan sembrono, maka terang bahwa surga tak dimonopoli komunitas satu agama. Ia adalah milik publik yang bisa dihuni oleh umat beragama mana saja yang beriman dan beramal sholeh. Kekeliruan tafsir inilah yang kemudian menggema dan meluncur deras dari para pengusung paham pluralisme agama. Jika kaum liberalis mau meneliti dengan sungg uh-sungguh jujur terhadap pendapat Rasyid Ridho dan Muhammad Abduh, tentu mereka tidak akan berani menulis semacam itu.
Dalam tafsir Al mannar vol.IV hal.257-258, yang membahas tentang keselamatan ahlil kitab, disebutkan bahwa ayat surat Al Baqarah 62 dan Al Maidah 69 membicarakan keselamatan ahlil kitab yang tidak sampai kepada mereka dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Wassalam.
Islam dan kebenaran agama tidak tampak pula bagi mereka. Karena itu, mereka diperlakukan seperti ahli kitab yang hidup sebelum kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam) sedangkan bagi ahli kitab yang dakwah Islam telah sampai kepada mereka, sesuai rincian Ali Imron 199, Abduh dan Ridlo menetapkan 5 syarat keselamatan, yaitu:
1.) beriman kepada Allah dengan iman yang benar, yakni iman yang tidak bercampur dengan kemusyrikan dan disertai dengan ketundukan yang mendorong untuk melakukan kebaikan
2.) beriman kepada Al Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka mengatakan bahwa syarat ini disebutkan lebih dahulu dari pada tiga syarat yang lainnya karena al-quran merupakan landasan untuk berbuat dan menjadi pemberi koreksi serta kata putus ketika terjadi perdebatan. Hal ini lantaran kitab tersebut terjamin keutuhannya tidak ada yang hilang dan tidak mengalami perubahan.
3.) Beriman kepada kitab-kitab yang diwahyukan bagi mereka.
4.) Rendah hati yang merupakan buah dari iman yang benar dan membantu untuk melakukan perbuatan yang di tuntut oleh iman.
5.) Tidak menjual ayat-ayat Allah dengan apapun Dari kesenangan dunia.
Adapun syarat beriman kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Itu diterangkan di dalam sunnah Nabi Muhammad Shallallahu Wassalam yang berfungsi Bayan, penjelasan Al quran. Imam muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu Anhu. Bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Demi Allah yang nyawa Muhammad ada dalam genggamannya, tak seorangpun dari umat ini baik dari yahudi maupun nasrani yang mendengar kabar ku kemudian ia mati dan belum iman kepada apa yang telah diperuntukkan kepadaku, kecuali dia termasuk penghuni neraka.
Dan di dalam ayat Al Quran jelas disebutkan bahwa agama yang diridhai Allah adalah agama Islam:
ومن يبتغ غير الإسلام دينا فللن يقبل منه. آل عمران
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya. Allah juga
berfirman
إن الدين عند الله الإسلام. آل عمران
“Sesungguhnya Agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam
Dengan demikian, ayat yang terdapat dalam surat Al Maidah tersebut tidak benar untuk dijadikan dalil bahwa penganut agama-agama yang disebut oleh ayat ini, selama beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka mereka semua akan memperoleh keselamatan, tidak akan diliputi oleh rasa takut di akhirat kelak, dan tidak pula akan bersedih.
Pendapat semacam ini nyaris menghukumi kebenaran Yahudi dan Nasrani. padahal agama-agama itu pada hakekatnya berbeda-beda dalam aqidah dan ritual ibadah yang diajarkannya. Bagaimana Yahudi dan Nasrani dipersamakan padahal keduanya saling menyalahkan? Bagaimana mungkin mereka dinyatakan tidak akan diliputi rasa takut atau sedih, sedangkan keduanya dan atas nama Tuhan yang disembah mengatakan bahwa mereka adalah penghuni
surga dan selain mereka adalah penghuni neraka.
قال سعيدٌ وعلَويٌ كلاهما #
تُوحَّد الاديانُ قلتُ إليكُما
إنْ صَحَّ قولُكما فلستُ بِهالِك #
أو إنْ صحَّ قَولي فالهَلاكُ عَليكما
“Said Aqil, Alwi shihab keduanya mengatakan agama disatukan.
Saya mengatakan kepada mereka; Seandainya apa yang kalian ucapkan itu benar maka saya tidak hancur di akhirat,
Tapi jika apa yang saya katakan ini benar maka kalian berdua akan hancur di akhirat”.
Said Aqil dalam buku Islam kebangsaan mengatakan:
“Gereja Kanisah Ortodoks Syiria adalah salah satu sekte Kristen yang memiliki banyak kesamaan dan titik temu dengan Islam. Di antara pendapat yang sangat monumental dalam madzhab ini, bahwa Al Masih itu memikiki satu tabiat(karakter) dengan Tuhan Allah, sehingga terjadi Al Ittihad dalam pertemuan sifat-sifat ketuhanan dan keman usiaan. Pandangan semacam ini kalau dicermati jelas tidak jauh berbeda dengan pandangan kaum sufi dalam Islam, seperti Al Hallaj, yang membawa paham yang menekankan paham al Hulul. Ibnul Arobi, yang mengedepankan paham wahdatul wujud. Karenanya, wajar jika keduanya juga menganjurkan adanya Wahdat Al Adyan(persatuan agama) bagi umat manusia. Bagi dua tokoh sufi Agung itu tidak akan menjadi masalah dan penghalang jika dirinya disebut orang Majusi, Nasrani, Yahudi, ataupun Muslim. Dari sini jelas ajaran gereja ortodoks Syria sulit dibedakan dengan Islam. Terus mengapa dipersoalkan dan diperdebatkan? (H.216)
TANGGAPAN: Dari uraian ini, tampak sekali bahwa Pak Said Aqil cenderung pada pluralisme agama seperti yang digagas oleh John Hick. Apabila disederhanakan, pemaknaan pluralisme versi Hick ini setidaknya didasarkan pada tiga pandangan berikut:
1. Hakikat realitas tunggal. Bahwa Tuhan semua agama adalah realitas tunggal, yang mengenalkan dirinya dengan nama dan atribut(sifat) yang berbeda-beda serta disembah dengan cara berbeda pula. Karenanya, semua agama yang berbeda-beda pada hakikatnya berada dalam satu arah kebenaran menuju realitas tunggal.
2. Hakekat ajaran teologis. Agama-Agama, khususnya agama Ibrahimy seluruh bangunan teologi dan syariat yang berlaku, memiliki sumber yang sama dan diturunkan dengan ajaran aqidah yang sama.
3. Hakikat ajaran normatif. Bahwa semua agama pada hakikatnya mengajarkan nilai kebaikan bagi kehidupan umatnya.
Di sini perlu ditegaskan, bahwa mengakui eksistensi agama lain yang beragam dan saling berseberangan ini, dalam pandangan Islam tidak secara otomatis mengakui legalitas dan kebenarannya, seperti yang diajarkan oleh kaum pluralis.
Sikap yang tepat adalah menerima kehendak Allah subhaanahu wa ta’aalaa dalam menciptakan agama-agama ini sebagai berbeda-beda dan beragam, karena Allah yang Maha Bijak telah menghendaki untuk menciptakan jagat raya dan segala isinya ini dengan bentuk dan kondisi demikian sistematis dan seimbang, ada baik atau buruk, hak dan batil cahaya dan gelap, bahagia dan sengsara. Namun kehendak Ilahiyyah ini ada dua macam, yaitu; irodah yang di ridhoi dan Irodah yang tidak diridhoi. di satu sisi Allah menciptakan sesuatu dan memang menghendakinya dan meridhoinya seperti kebaikan, kebenaran, Iman, malaikat, dan segala sesuatu yang Dia cintai dan ridho. Tapi di sisi lain, Allah menciptakan sesuatu dan menghendakinya tapi Allah tidak meridhonya seperti kejahatan, kebatilan, setan, kekufuran, dan segala sesuatu yang dia benci.
Beberapa tahun lalu kita dengar ada buku Lintas Agama. Semangat dari buku ini salah satunya adalah ingin merobohkan bangunan Ushul fiqih yang telah dibangun oleh Imam Syafi’I, bahkan buku ini menganggap bahwa Imam Syafii adalah biang keladinya ulama yang memandekkan ilmu fiqih sampai berabad-abad, sampai 12 abad. Dalam buku Fiqih lintas agama ini ada beberapa tulisan yang mencemooh Imam Syafi’I, salah satunya adalah, Kaum muslimin lebih suka terbuai dengan kerangkeng dan belenggu pemikiran fiqih yang dibuat Imam Syafi’I, karena Safiilah pemikiran-pemikiran fiqih tidak berkembang selama kurang lebih 12 abad.
TANGGAPAN: Kalau orang ingin berijtihat membuat rumusan baru tentang ushul fiqih dengan memproklamirkan diri sebagai mujtahid itu sah-sah saja tapi tentunya harus bisa mengaca diri. Para ulama hebat seperti Imam Nawawi, Imam Haromain, Imam Juawaini, mereka adalah ulama-ulama yang kelasnya sangat diakui. Itu saja masih bermadzhab kepada Imam Syafi’i. Mereka juga mengakui otoritas imam Syafi’i tentang ilmu usul fiqh. Beliau adalah peletak pertama dasar-dasar ilmu fiqih. Padahal ulama selain Imam Syafi’i seperti Imam Haromain, Imam Juwaini, Imam Ghozali, juga membuat kitab fiqih, tapi mereka tetap mengakui otoritas kemampuan Imam Syafi’i dalam bidang usul fiqh.
Jadi, kita semua ini tentunya harus bersikap adil pada diri kita sendiri. Jangan sampai masuk golongan:
“رجل لا يَدري ولا يَدري أنه لايَددري”
“Seseorang yang tidak mengerti, tapi ia tidak sadar bahwa ia tidak mengerti
Inilah yang tentunya disebut jahil murokkab. Jangan seperti “s eseorang memereteli pesawat televisi kemudian ditinggalkan begitu saja karena tidak paham, lalu beralasan mau membuat pesawat terbang. Kalau mereka ingin membuat rumusan usul Fiqih baru, kita tunggu hasilnya asal jangan memakai tafsir hermeneutika dan sejenisnya. Saya jamin itu pasti tidak akan mampu dan tidak akan diakui oleh tokoh-tokoh ulama yang sudah diakui kedalaman ilmunya. Itu hanya sebagai alat ingin merobohkan mainstream pemahaman agama yang telah diyakini oleh umat Islam. Dengan cara ingin mengotak-atik lagi bangunan usul fiqh itu adalah cara mereka untuk melegalkan pemikiran pemikiran mereka yang jelas telah menyimpang dari kaidah-kaidah Ushul fiqih yang berlaku sampai sekarang.
Perlu kita ketahui ketahui, kepakaran seseorang tidak bisa diukur hanya lewat gelar Doktor, Profesor. Tapi melalui penilaian para ulama yang hidup pada zamannya, bahwa dia dikategorikan sebagai orang yang ahli dalam bidang agama. Imam Malik berkata, Aku tidak suka menjelaskan masalah keagamaan sampai aku bertanya kepada Rabiah. Dan aku bertanya kepada Yahya bin Said Al Anshori, lalu dia memerintahkan kepadaku untuk melakukan hal tersebut.
Wahai Abu Abdillah, bagaimana bila mereka melarangmu? jawab Imam Malik, “aku akan berhenti. tidak seyogyanya seseorang menganggap dirinya ahli dalam satu bidang sampai ia bertanya kepada orang yang lebih alim darinya. Imam Malik pun berkata, “Aku tidak akan menjelaskan suatu masalah agama sampai aku mendapatkan pengakuan dari 70 ulama, bahwa aku layak untuk melakukan hal itu. Ibnu Abbas berkata kepada Ikrimah, Pergilah dan jelaskan permasalahan agama kepada orang-orang, dan aku sebagai pendukungmu.
Dalam buku “Islam kebangsaan, beliau Pak Said Aqil mengatakan bahwa “keputusan kafir atau mukmin, sesat atau lurus pada suatu keyakinan Sebenarnya bukan kewenangan manusia. Tuhan saja yang maha pengasih dan penyantun baru akan memutuskan mereka dihari kiamat. halaman 216.
TANGGAPAN. Ungkapan ini jelas bertentangan dengan dalil-dalil syari. banyak sekali ayat Alquran dan hadis yang menvonis seseorang murtad.
وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (217) البقرة
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya
وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21) المائدة
“Dan janganlah kamu lari ke belakang karena takut kepada musuh, maka kamu menjadi orang-orang yang merugi
وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ
ini dalam asbabun nuzul dijelaskan bahwa ayat ini diturunkan pada orang-orang yang muwalah/mengasihsayangi orang orang Nasrani, orang Yahudi, dan orang musyrik.
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سيقرأ القرآن رجال لا يجاوز حناجرهم يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية
“Orang orang laki-laki akan membaca al-quran tidak sampai pada tenggorokannya. Mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari panahan”.
Kalau kiata menelaah kitab-kitab ulama salaf, banyak kita jumpai orang maupun kelompok yang dianggap sesat. Dan di kitab-kitab fiqihm ada bab-bab khusus tentang sebab-sebab yang menjadikan murtad. Masalah kemurtadan ini tidak berlaku diagama islam saja, diagama lain seperti yahudi, nasrani, itu juga ada tindakan-tindakan yang menurut mereka itu dianggap sebagai orang yang keluar dari agama mereka, yang bisa berkonsekuensi tidak dapat mendapatkan warisan, tidak bisa melakukan hubungan suami istri, tidak bisa menjadi suami istri lagi. seperti Kristen Protestan, menurut orang Katolik mereka termasuk bagian orang yang murtad.
Para liberalis sangat membutuhkan pandangan ini yakni “orang tidak berhak menilai kesesatan, kemurtadan seseorang, karena mereka tahu kalau mereka melakukan koreksi atau kritik terhadap ajaran-ajaran Al-quran yang bersifat qathI, maka mereka akan divonis sebagai orang yang sesat dan murtad. untuk menghindari virus tersebut, mereka m encari payung sebelum hujan sebagai perisai tameng agar orang lain tidak berani menvonis mereka sebagai orang yang sesat dan murtad atau keluar dari agama.
Dalam menentukan status murtad atau sesat, kita sama sekali tidak boleh dikotori oleh hawea nafsu manusia, tetapi harus murni bersumber dari petunjuk Allah dan Al Hadits. Tidak boleh seorang muslim mudah menyebut sesat atau murtad orang lain tanpa alasan yang kuat. Jika kelompok liberal banyak dikecam telah keluar dari Islam, sebagai negara mereka tidak diterima akan menghancurkan Islam itu sendiri salah. Satu contoh, mereka berkeyakinan bahwa Al-quran itu produk budaya manusia, bukan wahyu Allah. Jika pemikiran sesat ini diterima, otomatis hancurlah Islam, sejak awal sampai akhir.
Sungguh aneh, kita harus menerima pendapat bahwa manusia tidak berhak menghukumi keimanan manusia lain. sedangkan mendapat ini juga produk akal manusia. yang sama sekali bukan wahyu, sebab tidak ada dasarnya selain menggunakan akal. Cobalah Anda cari, dari mana sumber pendapat tersebut ? Apakah bersumber tersebut dari Al-quran atau hadits? jika demikian lalu Siapa yang lebih patut ditakuti? Akal orang-orang liberal itu, atau wahyu Allah.
Pandangan mereka yang demikian itu pada hakekatnya adalah pandangan dan pendapat akal yang tidak ada dasar dari Al Quran, hadits dan dalil-dalil Islam yang lain. Mereka punya pandangan demikian padahal itu juga pandangan dari akal mereka yang dipengaruhi oleh pandangan pluralisme John hick. Jadi istilahnya itu pendapat tapi mereka memaksakan orang lain supaya ikut pada pendapat mereka padahal itu pendapat yang tidak ada dasarnya sama sekali, tapi mereka memaksakan pendapat itu bahkan mereka juga tidak mau dinilai seseorang terhadap perilaku ucapan mereka Padahal mereka juga sering menilai kita, bahwa kita sebagai kelompok ortodoks, konservatif tekstual dan sebagainya. Ini juga penilaian mereka terhadap kita, Sementara kita menilai mereka atas dasar Al Quran, Hadits, dan dalil ijma’.
Seringkali orang liberalis mengatakan Al-Quran digunakan untuk menvonis sesat pihak lain yang berbeda. Padahal dalam Al-quran disebutkan bahwa Tuhan lebih tahu tentang siapa dari hambanya yang sesat dan Dia pula yang akan menentukan siapa yang sesat hari kiamat. Sepertinya mereka sedang menutup ayat 125 Surat An-Nahl dalam hal ini. Namun jika diperhatikan ayat itu lengkap dari awalnya ada perintah berdakwah ke jalan Allah dengan cara hikmah, mauidzoh dan dialog argumentatif. Logika perintah dakwah tentang adanya dua pihak. Pihak pertama yang telah diberi hidayah dan yakin berada di posisi yang benar dan pihak kedua sebagai objek adalah orang yang belum diberi hidayah dan diyakini berada dalam kesehatan sehingga pihak pertama merasa sangat perlu untuk Mendakwahi pihak kedua.
Lagi pula, vonis sesat telah dinyatakan Al Quran dengan sangat lugas kepada orang musyrik, orang yang mengingkari rukun Iman, orang kafir yang menghalangi orang lain mendapat Hidayah, dan orang yang zalim. Vonis sesat itu sah sah saja jika berlandaskan bukti yang qhatI karena Al-Quran pun telah memberi contoh penyesatan kelompok tertentu. Namun, yang harus digarisbawahi dan tak perlu terjadi adalah anarkisme di lapangan atau amuk masa Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.
Kelompok liberal yang berpendapat seperti ini, sama seperti pendapatnya Muzdaq bin Anu Syarwan, seorang zindiq- yang mengaku Islam tapi sebenarnya tidak Islam- mereka mengatakan bahwa “kita tidak boleh berpendapat dengan orang lain, apapun yang diucapkan dan apapun tindakan yang dilakukan orang lain kita tidak boleh menegur, tidak boleh menyalahkan, tidak boleh berperang, dan seperti pendapat John hick. Dia melarang adanya klaim kebenaran, pendapat seperti ini jelas menyimpang dari kebenaran karena pada prinsipnya kita sebagai umat Islam meyakini bahwa Shiro/ pergulatan antara ahlul haq dan ahlul bathil, ahlul khoir dengan ahlul syar, ini adalah perselisihan yang sudah menjadi sunnatullah yang sudah timbul sejak munculnya para Anbiya dan rasul sampai sekarang. Ini tidak bisa dinafikan kalau kita memang betul-betul meyakini kebenar an Islam bahwa Islam adalah agama yang benar sementara agama lain agama yang sesat dan tidak benar.
Apa yang saya sampaikan ini saya kira sudah cukup. Bagi tokoh-tokoh NU dan tokoh-tokoh ulama Kyai, untuk bereaksi dan beupaya meminta kepada pengurus PBNU untuk memfasilitasi dialog dan diskusi dengan Pak said Aqil. Terlebih dahulu harus tabayyun apa betul yang disampaikan Pak Said Aqil dalam bukunya. Kalau memang ternyata, betul tentunya harus ada desakan untuk merevisi kedua buku Pak Said Aqi ini. Lebih praktisnya masalah ini diselesaikan oleh Rais syuriah PBNU, karena masalah ini menyangkut hukum dan Aqidah Islam yang melibatkan orang dalam NU, yaitu pengurus tanfidziyah. Kedudukan Surya sebagai pengendali dan pengontrol NU tentunya suriyah bertanggung jawab menyelesaikan masalah ini dan melarang pengurus NU menyampaikan pendapat dan faham-faham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam Aswaja. Karena NU sebagai organisasi keagamaan yang bertujuan memberi pencerahan dan petunjuk kebenaran pada orang lain. Bagaimana pengurus NU bisa memberi petunjuk kebenaran sementara dia sendiri tidak benar.
Kalau benar apa yang disampaikan Pak Said Aqil tentang hubungan antara Islam dan Yahudi Nasrani, dan hubungan Ahlussunnah dengan Syiah. Saya kira tidak aneh kalau Pak Said Aqil juga mempropagandakan Islam Nusantara. In sebagai qiyas aulawy. Kalau Islam dengan Yahudi Nasrani saja mau diselaraskan dan Mau digatuk-gatukkan, Ahlussunnah dengan syiah mau digatuk-gatukkan, tentunya bagi pak Said Aqil juga tidak ada salahnya kalau Islam ini digatuk-gatukkan juga dengan budaya Nusantara.
Yang menjadi pertanyaan: Apakah Pak Said Aqil mau mengarahkan Islam Nusantara seperti dalam buku Lintas Agama atau dalam buku “Fikih Kebhinekaan? Harapan kami tentunya tidak demikian. Harapan kami juga pendapat-pendapat yang disampaikan Pak Said Aqil dalam buku “Islam kebangsaan” dan buku Tasawwuf Kritik Sosial mudah-mudahan itu tidak bagian dari tulisan yang ditulis oleh Pak Said Aqil sendiri. Mungkin bisa jadi itu adalah tulisan orang lain meminjam nama Pak Said Aqil.
Cara-cara demikian ini memang sering terjadi. Tujuannya untuk mengundang perhatian atau agar tulisan itu lebih banyak dibaca orang, karena itu memakai nama orang lain. Sementara kalau dia memakai nama sendiri itu kadang-kadang bukunya tidak diperhatikan oleh orang. Berbeda dengan cara meminjam nama-nama orang terkenal. Kalaupun toh itu memang benar ditulis oleh para Said Aqil harapan kami pendapat yang kontroversial itu dicabut dan direvisi.
Kami pada dasarnya mengakui kesenioran Pak Said Aqil. Beliau adalah senior kami, baik waktu Beliau di Mekah, begitu juga senior kami dalam kepengurusan NU. Meskipun demikian, bukan berarti ketika Pak Said Aqil mengungkapkan pendapat-pendapat yang jelas salahnya kita harus diam karena kita tidak diperkenankan untuk mudahanah atau menjilat mengambil muka dalam menghadapi pendapat-pendapat yang jelas salahnya.
Imam Ghozali dalam kitab Ihyanya berkata:
واعلم أنه ليس من الةفاء موافقة الأخ فيما يخالف الحق في أمر يتعلق بالدين بل الوفاء له المخالفة. إحياء علوم الدين ج 2 ص 188
“Dan ketahuilah bahwasanya tidaklah bagian memenuhi hak-hak persaudaraan itu menyetujui hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama, bahkan termasuk memenuhi hak-hak persaudaraan adalah harus bisa menunjukan sikap berbeda
Bahkan menegur, memperingatkan sebagai bagian dari cinta kita kepada saudara kita. Itu adalah bagian wafa kita kepada saudara kita, kepada senior kita Bapak Said Aqil.
Bagi orang yang punya ilmu siapa pun orangnya. Ketika bida telah merajalela bida telah diungkapkan secara umum, terang-terangan maka mereka harus menampakan ilmunya. Memang ini sebagai tanggung jawab orang yang mempunyai ilmu. Harus ada yang meluruskan Pak Said Aqil, tidak boleh dibiarkan saja. Dalam sebuah hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا ظهرت البدع وسكت العلماء فعليهم لعنة الله
“Ketika bida’ telah tampak dan para ulama diam saja maka mereka berhak mendapatkan laknat Allah
Terakhir, kami berpesan kepada Pak Said Aqil supaya memper hatikan istri Beliaum yaitu Ibu Nyai Nurhayati waktu Beliau dan Pak Said Aqil ngobrol di acara Satu Jam Lebih Dekat di TV One. Pada waktu itu pemandu acara bertanya kepada ibu Nyai Said Aqil: Apa pesan Ibu Nyai kepada Pak Said Aqil?
Beliau berpesan supaya hati-hati dalam mengungkapkan pendapat dan supaya berhati-hati dalam melontarkan ide-ide di tengah-tengah masyarakat. Karena Beliau ini prihatin, Pak Said Aqil telah melontarkan kegaduhan lagi, yaitu dia bilang bahwa seorang muslim yang berjenggot itu mengurangi kecerdasan, dan semakin jenggotnya panjang panjang semakin tambah bodoh dan goblok.
Yang dimaksud Ibu Nyai Hj. Nur Hayati hati-hati dalam mengungkapkan pendapat, tentunya Pak Said Aqil harus merujuk pada kaidah-kaidah ulum al-Islamiyah yang telah diakui keabsahannya oleh para ulama, tidak boleh menyimpang dari manhaj yang telah disepakati oleh para ulama. Walhasil tak cukup hanya berani berpikir beda, tapi kerangka berpikirnya juga harus berpijak kepada sumber maroji yang kita akui bersama keabsahannya. Selama tidak mengacu kepada sumber maroji yang disepakati maka tidak bakal ada titik temu diantara kedua belah pihak. Wallahu a’lam.
* Artikel ini dimuat dalam Majalah Risalah Santri Lurus & Aktual”, terbitan[disingkat oleh WhatsApp]
0 komentar:
Posting Komentar