Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Senin, 22 Februari 2016

Belajar Dakwah

BELAJAR DAKWAH DARI DUA DELEGASI NABI

“Berdakwahlah kepada masyarakat, senangkan jangan membuat takut, mudahkan, jangan mempersulit!” (Pesan Nabi kepada Sayyidina Abu Musa dan Muadz bin Jabal)
Seorang dai ketika berdakwah  kepada Masyarakat yang masih benar-benar awam harus mengerti bagaimana retorika dakwah. Seperti yang dilakukan oleh Abu Musa al-Asy’ari dan Muadz bin Jabal yang didelegasikan oleh Rasulullah ke Yaman. Memulai semuanya dengan hal-hal yang membuat orang gembira dan senang menerima seruan dakwah itu, jangan mengeluarkan kata-kata dan statement yang membuat mereka lari. Seperti menceritakan siksa dan adzab justru akan membuat mereka lari. Seorang dai juga harus berusaha untuk mempermudah tidak mempersulit. Mengusahakan satu hal yang bias membuat mereka tertarik dan simpati.
Tidak ada dakwah kecuali dimusuhi  sebab seseorang adalah musuh bagi apa yang mereka tidak tahu, maka berdakwah harus pelan-pelan, secara bertahap, dengan hal-hal yang menyenangkan. Seperti ketika seseorang masuk Islam, setelah mandi, setelah masuk waktu shalat, maka perlu dijelaskan bahwa, jika seseorang  bisanya masih membaca Allahu akbar, tidak masalah shalat hanya membaca Allahu akbar saja disetiap gerakan, meski memang selanjutnya harus belajar. Berawal dari menyampaikan halal dan haram, sah dan tidak. Kemudian meningkat kepada adab-adab yang semestinya dijalankan. Seperti ketika berada di pelosok, bagaimana merubah adat yang salah sehingga disesuaikan dengan ajaran Islam seperti tahlilan. Sampaikan yang mudah dan bisa menimbulkan simpati dari obyek dakwah.
Selepas mereka berdua mendapat pesan indah penuh makna itu, mereka bertanya tentang sebuah kasus yang terjadi di lokasi dakwah, Yaman. Disana ada sejenis minuman yang terbuat dari madu yang bernama al Bit’u yang memabukkan, dan ada sejenis minuman dari Jagung yang bernama al Mizru yang juga memabukkan, mereka berdua menanyakan hukumnya kepada Rasulullah. Rasulullah menjawab: “Aku larang setiap hal yang memabukkan yang menghalangi shalat”. Sebuah jawaban yang singkat dan demikian padat yang sering di istilahkan dengan “jawamiul kalim” yang memang diberikan Allah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
***
Seorang Muslim pemabuk yang tak sempat bertaubat, tiada akan dimasukkan ke Surga bersama rombongan as-Sabiqin al-Awwalin. Setelah mendapatkan siksaan di neraka pada akhirnya ia akan dimasukkan di surga. Namun ketika disana ia tiada akan lagi memiliki selera terhadap minuman khomr. Padahal apapun yang diinginkan penduduk surga akan seketika itu didapatkan


وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ﴿٣١﴾نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ

"Artinya : Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha 
Penyayang". [Fushilat : 31-32

Hanya saja jika seorang pemabuk Muslim yang meminum khomr itu sampai mengatakan bahwa khomr itu tidak haram maka dia telah kufur. Sehingga ia tiada akan bisa menikmati minuman khomr sebab ia tiada bisa dimasukkan ke Surga. Karena melakukan sebuah larangan dan meyakini bahwa larangan itu bukan larangan hukumnya adalah kafir. Berbeda ketika seseorang Muslim melakukan larangan tanpa ada anggapan bolehnya larangan itu, ia masih dihukumi Muslim meski telah melakukan perbuatan kufur.
Semoga kita termasuk ummat Rasul yang dapat meminum lezatnya khomr Surga kelak. Aamiin

Semoga bermanfaat
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kategori Artikel