Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Sabtu, 20 Februari 2016

Nabi Palsu Masakini

FENOMENA NABI PALSU DI INDONESIA

Akhir-akhir ini pemberitaan di media massa dan media online dihebohkan oleh hadirnya nabi palsu yang menjadi topik perbincangan umat Islam. Masih hangat dalam ingatan kita, pada bulan yang lalu tentang terungkapnya aliran baru yang bernama GAFATAR atau Gerakan Fajar Nusantara, sebuah agama baru yang dibawa oleh Ahmad Musaddeq, mantan pelatih bulu tangkis nasional. Baru-baru ini kita juga dikejutkan dengan berita seorang laki dari Jombang Jawa Timur, yang bernama Jari dan mengaku sebagai nabi. Anehnya pengakuan kedua orang tersebut dipercayai oleh sebagian masyarakat di Indonesia.
Tentu mudahnya masyarakat kita mempercayai orang-orang yang mengaku wali dan bahkan mengaku nabi tersebut, berangkat dari keawaman mereka terhadap ilmu agama. Dari sini, para ulama dan dai perlu memberikan informasi bagaimana sebenarnya derajat kenabian dan para nabi, agar masyarakat mengerti bahwa kenabian itu bukanlah derajat biasa yang bisa diklaim dan mudah diperoleh oleh siapa saja.
Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, para nabi itu memiliki sifat-sifat wajib secara aqli (rasional) dan secara syar'iy.
Secara aqli, para nabi harus memiliki sifat shidiq (kejujuran), amanah, tabligh (menyampaikan apa yang diwahyukan) dan fathanah (cerdas).
Sedangkan secara syar'iy, para nabi harus berupa manusia yang paling sempurna baik dari segi fisik seperti ketampanan maupun dari segi mental seperti akhlak dan budi pekerti.  Seorang nabi juga harus orang-orang yang paling alim dan paling cerdas dibandingkan orang lain. Oleh karena itu tidak mungkin seorang nabi memiliki kepribadian buruk baik dalam segi fisik maupun mental. Tidak mungkin pula seorang nabi kalah dengan orang biasa dalam hal kesempurnaan fisik maupun mental. Para nabi adalah manusia pilihan baik dari segi fisik maupun budi pekerti.
Di sisi lain, kenabian tidak dapat dicapai dengan sistem warisan. Tidak pula diperoleh dengan usaha sungguh - sungguh dalam beribadah. Kenabian hanya diperoleh dengan anugerah dari Allah.
Perlu juga digarisbawahi, bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup para nabi. Siapa pun yang mengaku nabi sesudah beliau pasti dia seorang pembohong, dan jauh dari kriteria sebagai nabi sebagaimana telah dijelaskan di atas. Wallahu a'lam.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kategori Artikel