Beberapa tahun lalu saat memberi pelatihan shalat di Masjid Raudlatul Musawarah, Kemayoran Surabaya, ada jamaah yang menegaskan bahwa shalat seseorang yang sarungnya memanjang melebihi mata kaki (Isbal) maka shalatnya batal, katanya ada haditsnya.
Namun, setelah sedikit saya temukan beberapa haditsnya dan penegasan ulama ahli hadits, batalnya shalat orang tersebut bukan karena faktor Isbalnya semata, tapi faktor khuyala’ (sombong) sebagaimana larangan Isbal di luar salat yang disertai dengan sifat sombong.
Diantara hadits-haditsnya adalah sebagai berikut:
638 – حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِى جَعْفَرٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يُصَلِّى مُسْبِلاً إِزَارَهُ إِذْ قَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ ». فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ ثُمَّ قَالَ « اذْهَبْ فَتَوَضَّأْ ». فَذَهَبَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَكَ أَمَرْتَهُ أَنَّ يَتَوَضَّأَ فَقَالَ « إِنَّهُ كَانَ يُصَلِّى وَهُوَ مُسْبِلٌ إِزَارَهُ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لاَ يَقْبَلُ صَلاَةَ رَجُلٍ مُسْبِلٍ إِزَارَهُ ». (سنن أبى داود – ج 2 / ص 369)
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Ketika seorang laki-laki shalat dengan memanjangkan pakaiannya, maka Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah dan berwudlulah”, lalu ia pergi dan berwudlu. Ia pun datang dan Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah dan berwudlulah”, lalu ia pergi dan berwudlu. Ia pun datang dan Rasulullah Saw berkata kepadanya: “Pergilah dan berwudlulah”, lalu ia pergi dan berwudlu. Ia pun datang. Seseorang bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau memerintahnya melakukan wudlu?” Nabi menjawab: “Ia shalat dalam keadaan memanjangkan pakaiannya (Isbal). Sesungguhnya Allah tidak menerima salat seseorang yang memanjangkan pakaiannya” (Hadits Riwayat Imam Abu Dawud No. 638).
Namun, hadits ini dinilai dlaif oleh para ulama karena ‘Abu Ja’far’ tidak diketahui (sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Munawi dalam Faidl al-Qadir 2/348 secara terperinci). Bahkan ulama Wahabi juga menilainya dlaif di semua kitabnya:
قال الشيخ الألباني : ضعيف (مشكاة المصابيح – ج 1 / ص 167)
“Syaikh al-Albani berkata: Dlaif” (Misykat al-Mashabih 1/167).
Sementara ada riwayat shahih lainnya tetapi justru menegaskan karena faktor ‘sombong’, yaitu:
637 – حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ عَنْ أَبِى عَوَانَةَ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ أَبِى عُثْمَانَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ أَسْبَلَ إِزَارَهُ فِى صَلاَتِهِ خُيَلاَءَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِى حِلٍّ وَلاَ حَرَامٍ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ رَوَى هَذَا جَمَاعَةٌ عَنْ عَاصِمٍ مَوْقُوفًا عَلَى ابْنِ مَسْعُودٍ مِنْهُمْ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ وَحَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ وَأَبُو الأَحْوَصِ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ. (سنن أبى داود – ج 2 / ص 368)
“Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa memanjangkan pakaiannya dalam shalat karena sombong, maka tidak ada bagi Allah untuk menghalalkan baginya masuk neraka dan mengharamkan surga baginya”. Abu Dawud berkata: Para ulama meriwayatkan hal ini dari ‘Ashim yang mauquf kepada Ibnu Mas’ud, diantaranya Hammad bin Salamah, Hammad bin Zaid, Abu Ahwash dan Abu Muawiyah” (Abu Dawud No. 637).
Kesimpulannya adalah sebagai berikut:
وَإِطَالَة الذَّيْل مَكْرُوهَة عِنْد أَبِي حَنِيفَة وَالشَّافِعِيّ فِي الصَّلَاة وَغَيْرهَا ، وَمَالِك يُجَوِّزهَا فِي الصَّلَاة دُون الْمَشْي لِظُهُورِ الْخُيَلَاء فِيهِ . كَذَا قَالَ فِي الْمِرْقَاة . (عون المعبود – ج 2 / ص 157)
“Memanjangkan pakaian adalah makruh menurut Abu Hanifah dan asy-Syafi’i, baik di dalam shalat atau lainnya. Sedangkan Malik memperbolehkannya dalam shalat, bukan saat berjalan, karena sombong terlihat nyata dalam berjalan” (Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 2/157).
Oleh: Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin (Wakil Katib Syuriah PCNU Surabaya)