Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Selasa, 26 Juli 2016

Profil Habib Segaf Baharun Dalwa

Habib Segaf bin Hasan bin Ahmad Baharun, S.HI, M.HI adalah putra kedua dari Habib Hasan Baharun, pendiri pondok pesantren Darullughah Wadda’wah, Raci Pasuruan. Ia lahir pada 7 juni 1974. Mengawali pendidikan agama di Darullughah Wadda’wah, Bangil Pasuruan yang diasuh oleh sang ayah, Habib Hasan bin Ahmad Baharun dari tahun 1981-1994. Ia juga mengikuti pendidikan umum dari Sekolah Dasar sampai PerguruanTinggi. Sempat ia membantu pendidikan di pondok selama dua tahun.Baru kemudian melanjutkan pendidikan ke Ribath Madinah yang diasuh oleh Habib Zein bin Smith dari tahun 1994-1998. Sebenarnya ia yang akan diberangkatkan ke tempat Habib Umar Al-Hafidz (Darul Mustofa), tapi yang dipilih adalah kakaknya yakni Habib Shodiq.
Selama di Madinah, ia merasakan kesan yang mendalam. Apalagi di tempat Rasulullah SAW pernah hidup dan dimakamkan. Ayahandanya pernah berpesan sebelum berangkat ke Madinah, “”Kamu lakukan dua hal, pertama berbaktilah dengan guru kamu. Dalam bakti pada ulama selama satu jam itu lebih baik dari belajar selama satu tahun. Yang kedua, kamu bersihkan hati. Karena hati yang sudah bersih hatinya, maka orang itu sudah siap menerima ilmu pelajaran,” kata Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
“Itu luarbiasa dan terkesan betul. Kita bisa mengamalkan sunnah di tempat sumbernya sunnah. Kita merasa benar-benar teristimewakan dengan ada di tempat itu. Ada suasana ruhani yang berbeda, dengan di tempat lain, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, ’Keberkahan kota Madinah itu lebih bila dibandingkan dengan kota Mekkah dan kota-kota yang lainnya’,” katanya.
Kalau di Madinah, ia memperdalam ilmu fiqh (ibadah, syariah dan muamalat), ilmu alat (nahwu, shorof, balaghah) dan tasawuf. Ia berguru dengan Habib Zein bin Smith dan habaib lainnya seperti Habib Salim Asy-Syatiri, Habib Muhammad Al-Hamid, Habib Abdullah Ba’bud, Habib Abdullah Al-Masyhur, Syeikh Muhammad Fal As-Sinkiti dan lain-lain

Mengenai sosok Habib Zein bin Smith, ia sangat terkesan. ”Kita belajar di Ribath tak pernah keluar. Beliau adalah seorang alim yang sejati. Orang yang mengamalkan dengan ilmunya. Habib Zein, semua waktunya dipenuhi dengan amal ibadah. Kalau tidak mengajar, beliau berdzikir. Saya lihat, kalau di mobil beliau berdzikir, sambil menunggu orang, sambil berjalan, waktu luangnya banyak diisi dengan banyak berdzikir.”
Habib Zein seorang pendidik yang dzahir dan bathin. Dan muthalaah ilmu dari kitab justru banyak diperoleh lewat mimpi. “Kadang beliau menyuruh untuk membaca kitab-kitab tertentu dalam mimpi.”
Yang mengesankan dari Habib Zein adalah beliau tidak mau tunduk dengan orang-orang kaya dan pejabat. Ilmu adalah di atas segalanya. “Sekarang kita lihat ulama, dikejar-kejar oleh dunia, tapi dia tidak mau, maka makin dikejar-kejar oleh dunia. tapi mereka-mereka yang berangkat dari pagi kerja sampai malam tapi belum selesai. Tapi berkat agama Allah, kalau kalian bantu agama ini, pasti Allah akan bantu kalian. Di sini kita mulya, apalagi di akhirat nanti.”

Ada satu kenangan yang tak terlupakan, karena putra–putra dari Habib Hasan Baharun telah dianggap anak oleh Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani. Jadi kalau dirinya ke Mekkah ia menginap di kediaman Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani dan sekaligus bertabarukan. “Kadang bisa sebulan. Kalau Abuya datang ke Madinah, ia dipanggil disuruh hadir di majelisnya bahkan sampai kebutuhan kita pun diperhatikan.”
Sepulangnya dari Madinah, ia banyak mengurusi pondok putri dan membatu pondok putra. Di pondok putra ia mengajar masalah fiqh, faraid, fikrunnisa, dan lain-lain. “Kita ini ulama yang mengurusi banyak umat, banyak kita saksikan yang masuk partai. Kasihan umat,“katanya dengan nada penuh prihatin.
Habib Zein juga pernah berpesan kepadanya ketika akan pulang ke Indonesia, “Ya Segaf, jangan pernah engkau berhenti belajar. Belajarlah dengan tetap dengan guru-guru kamu dahulu. Kamu belajar lagi kepada mereka.”
Akhirnya beliau sepulangnya dari Madinah, selain mengajar ia juga masih belajar lagi dengan guru-guru Beliau seperti Ustadz Qaimudin Abdullah, KH Asrori, Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad Assegaf dan lain-lain. Dalam menuntut ilmu ia merasa kurang dan terus ingin menuntut ilmu. Ia teringat pesan sabda Rasulullah Saw dimana beliau berdoa dengan sangat terkenal, ”Robbi zidni ‘ilma, warzuqni fahmah (Ya Allah tambahkanlah ilmu dan rizki hamba)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kategori Artikel