Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Minggu, 06 Maret 2016

Shalat Gerhana

Pertanyaan:
a).Disyariatkannya shalat gerhana apakah hanya bagi orang-orang yang melihat sendiri gerhana?
Jawaban:
Shalat gerhana tidak hanya disyariatkan bagi orang yang melihat sendiri, namun juga disyariatkan bagi orang-orang yang mendapat kabar melihat gerhana dari adadut tawatur (sejumlah orang yang menurut tradisi tidak dimungkinkan untuk bersepakat dalam kebohongan).
b).Jika terjadi hujan atau mendung, sehingga gerhana tidak bisa dilihat (terhalang-halangi) apakah masih tetap disyariatkan shalat gerhana?
Jawaban:
Jika terjadi hujan atau mendung, sehingga gerhana tidak bisa dilihat, maka tidak disyariatkan shalat gerhana.
Keterangan Dari Kitab:
Hasyiyata Qolyubi wa Umairoh[2]

(وَتَفُوتُ صَلاةُ) كُسُوفِ (الشَّمْسِ بِالانْجِلَاءِ) لأَنَّهُ الْمَقْصُودُ بِهَا، وَقَدْ حَصَلَ. وَلَوْ انْجَلَى بَعْضُهَا فَلَهُ الشُّرُوعُ فِي الصَّلاةِ لِلْبَاقِي كَمَا لَوْ لَمْ يَنْكَشِفْ مِنْهَا إلاَّ ذَلِكَ الْقَدْرُ، وَلَوْ حَالَ سَحَابٌ، وَشَكَّ فِي الانْجِلاءِ صَلَّى لأَنَّ الأَصْلَ بَقَاءُ الْكُسُوفِ، وَلَوْ كَانَتْ تَحْتَ غَمَامٍ فَظَنَّ الْكُسُوفَ لَمْ يُصَلِّ حَتَّى يَسْتَيْقِنَ. قَوْلُهُ: (حَتَّى يَسْتَيْقِنَ) يُفِيدُ أَنَّهُ لا يَجُوزُ الشُّرُوعُ فِي الصَّلاةِ مَعَ الشَّكِّ فِي وُجُودِ الْكُسُوفِ، وَأَنَّهُ لا يَكْفِي ظَنُّهُ أَيْضًا بَلْ لا بُدَّ مِنْ مُشَاهَدَتِهِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِأَخْبَارِ عَدَدِ التَّوَاتُرِ عَنْ مُشَاهَدَةٍ، وَأَنَّهُ لا يَكْفِي خَبَرُ عَدْلَيْنِ عَنْ مُشَاهَدَةٍ، وَلا عَدَدُ التَّوَاتُرِ عَنْ غَيْرِ مُشَاهَدَةٍ لأَنَّهُ لَيْسَ مِنْ مَحْسُوسٍ. وَمِنْهُ إخْبَارُ الْمُنَجِّمِينَ سَوَاءٌ أَخْبَرُوا بِوُجُودِهِ أَوْ دَوَامِهِ. هَكَذَا عَنْ شَيْخِنَا تَبَعًا لِشَيْخِنَا الرَّمْلِيِّ. وَقَالَ بَعْضُ مَشَايِخِنَا: وَلِيَ بِهِ أُسْوَةٌ أَنَّهُ يَنْبَغِي الاكْتِفَاءُ بِخَبَرِ عَدْلٍ وَلَوْ عَنْ غَيْرِهِ مُشَاهَدَةً بَلْ وَبِخَبَرِ نَحْوِ صَبِيٍّ اعْتَقَدَ صِدْقَهُ، كَمَا فِي صَوْمِ رَمَضَانَ. وَالتَّعْلِيلُ بِعَدَمِ الاكْتِفَاءِ بِذَلِكَ هُنَا لِلاحْتِيَاطِ فِي هَذِهِ الصَّلاةِ الَّتِي لا نَظِيرَ لَهَا مَمْنُوعٌ بِمَا مَرَّ مِنْ جَوَازِ الشُّرُوعِ فِيهَا مَعَ الشَّكِّ فِي الانْجِلَاءِ مَعَ أَنَّهُ يَقْتَضِي عَدَمَ الْمَنْعِ فِيهَا إذَا فَعَلَهَا كَسُنَّةِ الظُّهْرِ فَتَأَمَّلْ.

Artinya: Waktunya shalat gerhana matahari sudah habis karena kondisinya sudah pulih kembali, karena yang demikian itu yang menjadi intinya.Seandainya sebagian matahari pulih kembali, dan seseorang masih disyari’atkan untuk melakukan shalat gerhana karena sisanya. Sebagaimana kondisinya belum kembali hanya sebagian dari sisanya yang lain dan seandainya terhalang oleh mendung, seseorang ragu-ragu apakah sudah pulih kembali atau belum, maka ia boleh shalat gerhana, sebab pola dasarnya masih wujud gerhana dan belum pulih kembali. Seandainya di bawah mendung, kemudian seseorang menyangka ada gerhana, maka ia tidak boleh shalat (gerhana) sampai pada ia yakin betul ada gerhana.

Kata “Hingga YAKIN” memberikan pemahaman bahwa dalam kondisi ragu-ragu adanya gerhana, maka seseorang tidak boleh melaksanakan shalat (gerhana).
Dan memang sebenarnya juga tidak cukup hanya sekedar dhon (menduga-duga), tetapi harus dengan pembuktian diri secara langsung atau dengan berita dari sejumlah orang atau kelompok yang tidak dimungkinkan adanya kebohongan (‘adadut tawatur) lewat persaksian langsung. Dalam hal ini:
a).Tidak cukup lewat beritanya dua orang adil yang menyaksikan langsung wujudnya gerhana.
b).Tidak cukup lewat beritanya sejumlah orang atau kelompok yang tidak dimungkinkan adanya kebohongan (‘adadut tawatur), tetapi tidak menyaksikan langsung wujudnya gerhana.
c).Tidak cukup pula hanya dengan melalui adanya berita para ahli astronomi, baik mereka menginformasikan wujudnya gerhana atau tidak,demikian pendapat yang diambil dari guru kita, mengikuti guru kiita, Syekh Romli[3]
[1]Pertanyaan Bahtsul Masail PCNU Jombang ke-XII, Ahad, 07 Jumadil Akhir 1433 H / 29 April 2012  di Masjid “Ar Ribath”, Jogoroto Jombang
[2]Syihabuddin Ahmad al-Barlisi Umairah, Hasyiyata Qolyubi wa Umairoh,  juz : 1, (Mesir: Mushthofa al-Babi al-Halabi, 1376 H/1956), hal :
Klau terjemah yg sempurna
Jgn hanya diambil yg sesuai pndapatnya saja.
Itu pendapat mushonnif mndukung cukup khobar satu org sebagaimana hilal romadhon ....
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kategori Artikel