Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Kamis, 31 Maret 2016

Filosofi Lima Jari

"FALSAFAH LIMA JARI"


Ada si gendut Jempol yang selalu berkata Baik dan menyanjung... 
Ada Telunjuk yang suka Menunjuk dan Memerintah..
Ada si jangkung Jari Tengah yang Sombong karena paling panjang...

Ada Jari Manis yang selalu menjadi teladan., Baik dan Sabar sehingga diberi hadiah Cincin...
Dan ada Kelingking yang Lemah lagi Penurut...

Dengan perbedaan Positif dan Negatif yang dimiliki masing2 jari... mereka Bersatu untuk mencapai Satu Tujuan (saling melengkapi).
Pernahkah kita bayangkan bila Tangan kita hanya terdiri dari Jempol semua..???

Falsafah ini sederhana namun sangat berarti..!

 Kita terlahir dengan segala Perbedaan yang kita miliki dengan tujuan untuk Bersatu :
saling menyayangi...
saling menolong...
saling membantu...
saling mengisi...
saling menghargai...


Bukan untuk :
 saling menuduh...
 saling menyalahkan...
 saling merusak...


 Semua Perbedaan dari kita adalah Keindahan yang terjadi agar kita Rendah Hati untuk menghargai orang lain... Tidak ada satupun 

Pekerjaan yang dapat kita kerjakan sendiri.
 Mungkin Kelebihan kita adalah Kekurangan orang lain... Sebaliknya Kelebihan orang lain bisa jadi Kekurangan kita..!
 Tidak ada yang lebih Bodoh atau lebih Pintar... 
Bodoh atau Pintar itu relatif sesuai dengan bidang/talenta yang kita syukuri masing masing menuju Impian kita...

 Bukan individualis yang sempurna.
Orang Pintar bisa gagal.
Orang Hebat bisa jatuh..!

Tetapi...
 Orang yang Rendah Hati dalam segala Hal akan selalu mendapat KEBAHAGIAAN...DIBALIK KETIDAKTAHUAN
⛵Nabi NUH belum tahu Banjir akan datang ketika ia membuat Kapal dan ditertawai Kaumnya.
 Nabi IBRAHIM belum tahu akan tersedia Domba ketika Pisau nyaris memenggal Buah hatinya.
Nabi MUSA belum tahu Laut terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya.
Yang Mereka Tahu adalah bahwa Mereka harus Patuh pada Perintah ALLAH dan tanpa berhenti Berharap
yang Terbaik...

Ternyata dibalik KETIDAKTAHUAN kita, ALLAH telah menyiapkan Kejutan !
SERINGKALI Allah Berkehendak didetik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba2NYA.
Jangan kita berkecil hati saat sepertinya belum ada jawaban doa...
Karena kadang Allah mencintai kita dengan cara-cara yang kita tidak duga dan kita   tidak suka...

Allah memberikan apa yg kita butuhkan, bukan apa yg kita Inginkan...!
Lakukan bagianmu saja, dan biarkan 
Allah yg akan menyempunakannya...


Tetaplah Percaya.
Tetaplah Berdoa. 
Tetaplah Setia.
Tetaplah meraih    Ridlo Orang Tua. Ridlo Gurunya. Ridlo RosulNya. RidhoNYA. Aamiin ...


Tetap semangat meski dlm kesederhanaan ....semoga kebaikan yang kita kerjakan adalah harta dan tabungan kita di akhirat nanti
Salam Bahagia dan selalu tersenyum ....


Kunjungi : www.kalam-ulama.com
Share:

Ternyata Jumlah Rosul Terkandung Dalam Lafazh “MUHAMMAD”

Oleh : Muhammad Azka

Jika kita bicara sosok Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak akan pernah habis kita ungkapkan. Begitu banyak keistimewaan yang Allah anugerahkan kepada beliau. Semoga sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada beliau, keluarganya, dan para shohabatnya, serta bagi orang-orang yang senantiasa mengikutinya sampai akhir zaman. Aamiin.
Tahukah anda, bahwa jumlah para rosul itu terkandung dalam lafazh “Muhammad” (محمد) ??? Maka kali ini kita akan mengungkap rahasia di balik lafazh tersebut.
Perlu kita ketahui, sebelum ada angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya, manusia menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan suatu jumlah tertentu. Kita mengenal angka romawi I untuk melambangkan angka 1, atau V untuk melambangkan angka lima, atau X untuk melambangkan angka 10. Begitu pula dengan huruf-huruf Arab, setiap hurufnya mengandung simbol angka tertentu.
Berikut daftar simbol-simbol angka tersebut:

ﺃ = 1;  ب= 2; ج = 3; د = 4; ﻫ = 5 ; و = 6; ز = 7; ح = 8; ط = 9;  ي = 10; ك = 20; ل = 30; م = 40; ن = 50; س = 60; ع = 70; ف = 80; ص = 90; ق = 100; ر = 200; ش = 300; ت = 400; ث = 500; خ = 600; ذ = 700; ض = 800; ظ = 900; غ = 1000
Susunan huruf diatas bukan berdasarkan urutan yang kita kenal, yaitu a ba ta tsa’, dst, akan tetapi berdasarkan susunan “Abjad” seperti yang terlihat dalam urutan di atas (ﺃ, ب , ج , د = dibaca “Abjad”). Dan itu semua berasal dari bangsa Arab terdahulu.
Sekarang, mari kita hitung jumlah angka yang terkandung pada lafazh محمد. Hitungan ini sudah pernah dilakukan oleh Syaikh al-Malawi yang telah dikutip oleh Imam al-Bajuri (wafat 1277 H):
“Syaikh al-Malawi berkata: “Sebagian ulama telah beristinbath dari nama mulia ini (Muhammad) bahwa ia mengandung jumlah para rosul, yaitu 314. Di dalam kata محمد, terdapat 3 mim. Huruf mim jika dijabarkan, maka terdapat huruf م ي م (dari kata ميم). Satu م bernilai 40 dan ي bernilai 10. Maka dalam satu huruf mim bernilai 90. Dalam kata محمد, terdapat 3 huruf mim, maka totalnya 90 x 3 = 270. Kemudian ia terdapat huruf ha’ yang jika dijabarkan, terdapatح  dan ﺃ (dari kata ﺤﺄ). Maka dalam huruf ha’ bernilai 8 + 1 = 9. Begitu juga huruf dal, terdapat د ا ل, maka nilanya 4 + 1 + 30 = 35. Jika dijumlahkan semuanya, maka totalnya 270 + 9 + 35 = 314. Maka pada nama beliau yang mulia itu, terdapat isyarat bahwa semua kesempurnaan yang ada pada seluruh rosul, semuanya ada pada diri beliau.” Selesai perkataan Syaikh al-Malawi. Oleh karena itu, sebagian ulama bersyair:    
ﺇن شئت عدة رسل كلها جمعا * محمد سيد الكونين من فضلا
خذ لفظ ميم ثلاثا ثم حا و كذا * دال تجد عددا للمرسلين علا
“Jika engkau menghendaki jumlah sekalian rosul, Maka dia telah dikumpulkan dalam lafazh Muhammad yang merupakan pemimpin dunia dan akhirat, yakni Nabi yang memiliki keutamaan.
Ambillah huruf mim tiga kali, kemudian huruf ha’ dan begitu juga huruf dal, Niscaya engkau dapatkan jumlah para rosul itu.” (Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Kifayatil ‘Awam, halaman 17 – 18)

Jumlah di atas sesuai dengan yang dinyatakan oleh Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya, Fathul Mu’in:
“Telah shohih sebuah hadits bahwasannya jumlah para nabi ‘alaihimus sholatu was salam adalah 124.000 sedangkan jumlah para rosul adalah 315 (314 + Nabi Muhammad).” (Fathul Mu’in lis Syaikh Zainuddin al-Malibari, halaman 33)
Begitulah keistimewaan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kesempurnaan yang ada pada seluruh rosul, ada pada diri beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, janganlah pernah bosan untuk senantiasa bersholawat dan merindukan beliau. Semoga kita semua termasuk yang diberi syafa’at oleh beliau di hari akhir nanti. Aamiin.
Share:

NASEHAT HABIB ALI AL JUFRI

نحن بحاجة إلى التديُن الذي يشغلنا بالسعي "لنُحكِم" بناء أوطاننا وليس التدين الذي يشغلنا بالصراع "لنَحكُم" أوطاننا.
.
En
We don’t need religious devoutness (tadayun) that busies us with struggles for power and political leadership of our countries. Rather, we need religious devoutness that engages us in developing and cultivating them.
.
Ms
Kita butuh cara pandang keberagamaan yang membuat kita sibuk berusaha untuk memperkokoh bangunan negeri kita, bukan corak keberagamaan yang membuat kita sibuk berselisih untuk menghakimi negeri kita.
.
Ru
Мы нуждаемся в той религии, которая призывает к укреплению нашей родины, а не той, которая призывает бороться за власть и стремиться к управлению нашей родиной.
.
Zh:

我们需要虔诚的信仰,
这种信仰让我们忙于追求,
以“巩固”我们国家的建设;
我们不需要那种,
为了让我们“统治”国家
而忙于冲突的信仰
哈比卜·阿里·朱福里长老
.
Sw:

Tunao haja ya Udini ambao utatushughulisha katikab kukimbilia “Kufanya vyema” Kujenga Nchi zetu, wala sio Udini ambao utatushughulisha kupigania “kutawala“ Nchi zetu.
Share:

Petuah Sufi


Petuah Singkat SUFI Agung
Petuah harian ke-73

~Bicara Manfaat dan Diam bagi Ahli Makrifat~
 Syeikh Abu Madyan al-Maghribi r.a berkata:


" Ucapan paling bermanfaat adalah yang berasal dari penyaksian atau dari kehadiran hati bersama-Nya "


Ketahuilah, setiap ucapan keluar disertai selubung hati tempatnya berasal. Tentu saja ucapan yg keluar diselimuti cahaya penyaksian dan kehadiran bersama-Nya akan memberikan manfaat yg besar, baik kpd pengucap maupun pendengarnya.

Tentu saja ucapan spt itu akan melahirkan rasa senang dan gembira. Ketika berbicara, cahaya ahli makrifat mendahului ucapannya. Jika cahayanya telah terbit dan tersebar, saat itu pulalah nikmat dirasakan.

Pertama-tama hati pendengar disentuh cahaya sang arif, barulah kmdn ucapannya menyentuh hati mrk.


Dlm keadaan spt itu,
 Bagaimana mgkn tanamannya tdk tersebar dan tumbuh ?! 
 Bgmn mgkn ia tdk akan mengeluarkan daun dan batang ?!

Berusahalah, agar kau dpt berdzikir disertai dgn kehadiran hati. Smg kau ditarik dan lenyap dari dirimu serta mjd ahli Musyahadah dan penguasa hati.

" Banyak bicara akan mengeraskan hati "

Banyak bicara merupakan penyakit kronis dan racun yg mematikan.

 Nabi SAW bersabda,
"Banyak bicara di luar dzikrullah mengeraskan hati. Manusia yang paling jauh dari Allah adalah manusia dengan hati yang keras".
(HR Imam Malik dalam al-Muwaththa)

Sebab, setiap kata yg tak berguna akan mjd titik karat yg menempel di cermin hati. Ketika karat terus berkumpul, semua bidang cermin hati akan tertutup shg hati mjd gelap dan kehilangan sinarnya.
Krn itu, bersihkan hatimu dengan diam dan dzikir kpd Allah. Jika lisan dan jiwamu diam, berarti kau berada dlm kondisi dzikir. Sebab, dzikir menolak kelalaian, dan sumber kelalaian adalah kesibukanmu dgn makhluk.

" Diam adalah Keselamatan "


Ungkapan Syeikh Abu Madyan r.a bhw diam adalah keselamatan mksdnya selamat dari bahaya dan ancaman. Sebab, manusia sering kali celaka akibat lisannya. Jika ia diam, ia akan selamat dari bahaya.
Imam Al-Ghazali r.a menuturkan bhw lisan memiliki 20 macam penyakit. Ia menjelaskannya secara rinci dlm Ihya 'Ulum al-Din.
 Nabi SAW bersabda kpd Mu'adz,
"Hai Mu'adz, maukah kutunjukkan kepadamu sesuatu yang dapat menghimpun semua itu ?"

"Tentu, wahai Rasulullah".
"Jaga ini !", ujar Rasul seraya menunjuk lisannya.
Mendengar hal tsb, Mu'adz r.a kembali bertanya,
"Apakah kita dihukum dengan apa yang dikatakan oleh lisan ini, wahai Rasulullah ?"

"Celaka engkau, wahai Mu'adz. Banyak manusia dimasukkan ke neraka akibat lisan mereka".
(HR. Al-Tirmidzi, al-Nasa'i dalam al-Kubra, dan Ibn Majah)

 Dalam hadis lain diriwayatkan bhw Nabi SAW ditanya oleh Uqbah ibn Amir r.a,
"Di manakah letak keselamatan, wahai Rasulullah ?"
Rasul menjawab, "Menjaga lisan, betah di rumah, dan menangisi dosa".
(HR. Al-Tirmidzi)

 Syarh al-Hikam al-Ghawtsiyyah Syekh Sayyid Abu Madyan al-Tilmisani al-Maghribi (w. 594 H), karangan Ahmad Ibn Ibrahim Ibn Ilan al-Shiddiqi al-Syafi'i al-Naqsyabandi
SIRR✨SUFI Islam Ramah
Ini adl Group Khusus
SIRR ONLINE247

#Jaga HATI online dengan Allah, nonstop 24 jam, 7 hari
أَللهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ 
Sebarkan dan ikuti channel telegram 
Telegram.me/mediadakwahonline
Share:

Rabu, 30 Maret 2016

Fiqh Wanita

KAJIAN FIQH WANITA

معتادة غير مميزة ذاكرة للوقت دون القدر
Mu’taadat Ghairu Mumayyizat Dzakirat Lil Waqti Duunal Qadri

Mu’taadat Ghairu Mumayyizat Zaakirat lil Waqti duunal Qadri, Yakni: Seorang wanita yang sudah pernah mengalami haid serta mengalami suci. Ia tidak bisa membeda-bedakan darah yang dikeluar-kan, antara darah kuat dengandarah lemah. Atau mampu membeda-bedakan darah yang dikeluarkan, tetapi tidak mencukupi syarat-syarat Mubtadi’at Mumayyizat yang jumlahnya empat macam, yang merupakan syarat-syarat Mu’tadat Mumayyizat. Dan ia hanya teringat pada kebia-saan mulainya haid, dan terlupa kebiasaan lamanya haid tersebut 
(Ha-syiyah Al Bajuri: 1/111).

Suatu Contoh

Seorang wanita teringat bahwa mulainya haid pada tanggal 1, na-mun terlupa seberapa lamanya, maka tanggal 1 yakin haid, tanggal 2 sampai tanggal 15 kemungkinan haid dan kemungkinan suci dan kemungkinan mulai berhenti haid, tanggal 16 sampai akhir bulan yakin suci.
Adapun hukumnya waktu yang yakin haid, ya seperti kebiasaan haid. Waktu yang yakin suci, ya seperti kebiasaannya suci. Dan waktu yang kemungkinan memper haid serta memper suci dan memper mulai-nya berhenti haid adalah hukumnya sama dengan orang wanita Muta-hayyirat di atas.


 TANBIHUN

Pertama, Apabila ada seorang wanita mengeluarkan darah yang sifatnya tidak sama (sebagaian berupa darah kuat dan sebagian lagi darah lemah), tetapi lamanya tidak lebih dari 15 hari dan malam, maka semuanya itu dihukumi darah haid dan tidak boleh digolongkan dengan masalah istihadlat (yang baru saja dijelaskan), karena hukum perinci yang disampaikan dalam masalah istihadlat, hanya bagi wanita yang ketika mengeluarkan darah, lamanya lebih dari 15 hari dan malam 
(Ha-syiyah al Jamal ala Syarhi al Minhaj: 1/235).

Kedua, Manakala seorang wanita mengeluarkan darah yang sudah memenuhi syarat-syaratnya haid, kemudian ia suci yang lamanya tidak sampai cukup 15 hari dan malamnya, lalu ia mengeluarkan darah lagi, maka darah yang pertama dihukumi darah haid dan darah kedua yang menjadi cukup 15 hari dan malam, dihukumi darah istihadlat, kemudi-an sisanya bila memenuhi syarat-syarat haid, maka dihukumi darah haid juga (Bughiyatul Mustarsyidin: 21).

Contohnya: Seorang wanita mengeluarkan darah lamanya tujuh hari, kemudian suci lamanya 13 hari dan malam, lalu mengeluarkan darah lagi lamanya enam hari dan malam, maka darah yang pertama lamanya tujuh hari, semuanya dihukumi darah haid. Permulaan darah yang kedua, yang lamanya dua hari dua malam, dihukumi darah istihadlat. Sebagai pelengkap, paling sedikitnya suci dan sisa yang la-manya empat hari empat malam, dihukumi darah haid juga.

Ketiga, Apabila di dalam kitab fiqih dikatakan bahasa bulan secara mutlak, maka yang dikehendaki adalah penanggalan bulan (Qamariyah). Terkadang penuh 30 hari dan kadang hanya 29 hari, kecuali ada ditiga masalah, yaitu:
1. Masalah Mubtadi’at Ghairu Mumayyizat
2. Masalah Mutahayyirat
3.Masalah paling sedikitnya kandungan yang lamanya hanya enam bulan, maka semua yang dikehendaki bulan yang cukup 30 hari 
(Hasyiyah al-Syarqawi: 1/154).


Keempat, Apabila seorang wanita mengeluarkan darah nifas sela-ma lebih dari 6o hari dan malam, adalah sama denga seorang wanita yang mengeluarkan darah haid selama lebih dari 15 hari dan malamnya. Jadi perlu dirinci lebih dahulu, Apakah ia termasuk mubtadi’at fi al-Nifas (wanita yang baru pertama nifas) atau tergolong Mu’tadat (sudah pernah nifas). Apakah ia tergolong Mumayyizat (bisa membeda-bedakan darah kuat dengan darah lemah), apakah termasuk Ghairu Mumayyizat (tidak bisa membeda-bedakannya).
Apabila ia tergolong Mubtadi’at Mumayyizat, atau Mu’tadat Muma-yizat, maka yang dihukumi nifas adalah darah yang kuat dengan syarat darah yang kuat tidak lebih dari 60 hari 
(Tuhfatul Muhtaj: 1/414).

Contohnya: Seorang wanita setelah selesai melahirkan kemudian mengeluarkan darah selama 65 hari. Yang 50 hari berupa darah kuat dan yang 10 hari berupa darah lemah, maka darah yang lamanya 55 ha-ri pertama dihukumi darah nifas, dan yang 10 hari terakhir dihukumi darah istihadlat.

Apabila ia tergolong Gha iru Mumayyizat, maka hukumnya perlu di perinci lagi, seperti di bawah ini ialah:
Bila seorang wanita sudah pernah nifas serta sudah pernah haid, maka lamanya darah yang dihukumi nifas adalah disamakan dengan kebiasaannya nifas yang pernah dialami. Kemudian darah yang sesudah nya, lamanya sama dengan kebiasaan suci dari haid, maka dihukumi istihadlat, kemudian darah yang sesudahnya, yang lamanya sama deng-an kebiasaan haid, maka dihukumi haid. Demikian seterusnya saling berganti antara istihadlat lamanya sama dengan kebiasaan suci dan haid lamanya sama dengan kebiasaan haid.


Contohnya: Seorang wanita yang kebiasannya nifas selama 20 hari, kebiasaan haid tujuh hari, dan sucinya 23 hari, kemudian ia setelah melahirkan anak, mengeluarkan darah selama 80 hari, semua sifatnya, kuat dan lemah sama, maka darah yang selama 20 hari permulaan dihukumi darah nifas. Lalu yang 23 hari seterusnya dihukumi darah istihadlat. Lalu tujuh hari seterusnya dihukumi darah haid. Yang 23 hari kemudian dihukumi darah istihadlat lagi, dan kemudian tujuh hari seterusnya dihukumi darah haid lagi.

Dan apabila ia sudah pernah nifas, tetapi belum pernah haid, maka lamanya darah yang dihukumi nifas, disamakan dengan kebiasa-annya nifas yang sudah dialami. Lalu darah yang setelah lamanya 29 hari dan malam, dihukumi darah istihadlat. Lalu darah yang setelah lamanya sehari semalam, dihukumi darah haid, begitu seterusnya saling bergantian antara istihadlat lamanya 29 hari dan malamnya, dan haid yang lamanya sehari semalam (Hasyiyah Al Syibramulisi ala al Nihayah: 1/358).

Contohnya: Seorang wanita yang kebiasannya nifas 15 hari, Ia be-lum pernah mengeluarkan darah haid, kemudian ia setelah melahirkan anak, mengeluarkan darah selama 75 hari dan sifat-sifatnya adalah sama, maka darah yang lamanya 15 hari pertama, dihukumi darah nifas. Yang 29 hari terusannya dihukumi istihadlat. Yang sehari terusnya dihukumi darah haid. Dan yang 29 hari terusnya, dihukumi darah istihadlat, kemudian yang sehari terusnya dihukumi darah haid lagi.

Apabila ia sudah pernah haid tetapi masih nifas pertama, maka darah yang dihukumi nifas hanyalah setetes pertama, seterusnya darah yang lamanya sama dengan kebiasaan suci dari haid, dihukumi darah istihadlat. Darah yang lamanya sama dengan kebiasaan haid, dihukumi darah haid. Demikian seterusnya saling bergilir antara istihadlat lama-nya sama dengan kebiasaannya suci, dan haid lamanya sama dengan kebiasaannya haid.

Contohnya: Seorang wanita yang kebiasaannya haid 10 hari dan sucinya selama 25 hari. Ia belum pernah mengeluarkan darah nifas. Lalu setelah ia melahirkan anak, mengeluarkan darah selama 70 hari lebih sedikit dan sifat-sifatnya sama, maka darah yang dihukumi nifas hanya setetes pertama. Seterusnya darah darah yang 25 hari terus, di hukumi istihadlat. Lalu yang 10 hari terus, dihukumi darah haid. Lalu yang 25 hari terusnya dhukumi darah istihadlat pula. Dan yang 10 hari terusnya dihukumi darah haid pula.

Apabila ia belum pernah haid dan masih baru nifas pertama, ma-ka darah yang dihukumi nifas itu hanya setetes permulaan. Lalu darah yang setelah itu, lamanya 29 hari dan malam dihukumi darah istihadlat lalu darah yang setelah itu, lamanya sehari semalam, dihukumi darah haid. Demikian seterusnya saling berganti antara istihadlat lamanya 29 hari dan haid lamanya sehari semalam.

Contohnya: Seorang wanita yang belum pernah haid dan belum pernah nifas, lalu ia setelah melahirkan anak, mengeluarkan darah sela-ma 90 hari lebih sedikit, maka yang dihukumi darah nifas hanya setetes permulaan. lalu darah yang 29 hari seterusnya dihukumi darah istiha-dlat. Kemudian darah yang sehari semalam seterusnya dihukumi darah haid. Lalu yang 29 hari seterusnya lagi dihukumi darah istihadlat juga. Kemudian yang sehari semalam seterusnya dihukumi darah haid lagi. Lalu darah yang 29 hari seterusnya, dihukumi darah istihadlat, dan darah yang sehari semalam terusannya dihukumi darah haid lagi.
Share:

Faedah Shalat Awal Waktu

  Inilah Rahasia Mengapa Sholat Sebaiknya di Awal Waktu

Ternyata anjuran tersebut ada hikmahnya.
Menurut para ahli, setiap perpindahan waktu sholat, bersamaan dengan terjadinya perubahan tenaga alam dan dirasakan melalui perubahan warna alam.

Kondisi tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan, psikologis dan lainnya.
Berikut ini kaitan antara sholat di awal waktu dengan warna alam.

Waktu Subuh

Pada waktu subuh, alam berada dlm spektrum warna biru muda yg bersesuaian dgn frekuensi tiroid (kelenjar gondok).

Dalam ilmu Fisiologi, tiroid mempunyai pengaruh terhadap sistem metabolisma tubuh manusia.
Warna biru muda juga mempunyai rahasia tersendiri berkaitan dgn rejeki dan cara berkomunikasi.

Mereka yg msh tertidur nyenyak pd waktu Subuh dapat  menghadapi masalah rejeki dan komunikasi.

Mengapa? Karena tiroid tdk dpt menyerap tenaga biru muda di alam ketika roh dan jasad msh tertidur.

Pd saat azan subuh berkumandang, tenaga alam ini berada pd tingkatan optimal.
Tenaga inilah yang kemudian diserap oleh tubuh kita terutama pd waktu ruku dan sujud.

Waktu  Zuhur

Alam berubah menguning dan ini berpengaruh kpd perut dan sistem pencernaan manusia secara keseluruhan. Warna ini juga punya pengaruh thd hati.

Warna kuning ini mempunyai rahasia berkaitan dgn keceriaan seseorang.
Mereka yg selalu ketinggalan atau melewatkan sholat Zuhur berulang kali dpt  menghadapi masalah dlm sistem pencernaan serta berkurang keceriaannya.

Waktu Ashar

Alam berubah lagi warnanya menjadi oranye. Hal ini berpengaruh cukup signifikan thd organ tubuh yaitu prostat, rahim, ovarium/ indung telur dan testis yg merupakan sistem reproduksi secara keseluruhan.

Warna oranye di alam jg mempengaruhi kreativitas seseorg.
Orang yg sering ketinggalan waktu Ashar dpt menurun daya kreativitasnya.

Di samping itu organ-organ reproduksi ini jg akan kehilangan tenaga positif dari warna alam tersebut.

Waktu Maghrib

Warna alam kembali berubah menjadi merah.
Sering pd waktu ini kita mendengar banyak nasehat orang tua agar tdk berada di luar rumah.

Nasehat tsb ada benarnya krn pd saat Maghrib tiba, spektrum warna alam selaras dgn frekuensi jin dan iblis.

Pada waktu ini jin dan iblis amat bertenaga krn mereka ikut bergetar dgn warna alam. Mereka yg sdg dlm perjalanan sebaiknya berhenti sejenak dan mengerjakan sholat Maghrib terlebih dahulu.

Hal ini lbh baik dan lbh selamat krn pd waktu ini banyak gangguan atau terjadi tumpang-tindih dua atau lebih gelombang yg berfrekuensi sama atau hampir sama dan bisa menimbulkan fatamorgana yg bisa mengganggu penglihatan kita

Waktu   Isya
Pd waktu ini, warna alam berubah menjadi nila dan selanjutnya menjadi gelap.
Waktu Isya mempunyai rahasia ketenteraman dan kedamaian yg frekuensinya sesuai dengan sistem kontrol otak.

Mrk yg sering ketinggalan Isya bisa sering merasa 
gelisah.

Untuk itulah ketika alam mulai diselimuti kegelapan, kita dianjurkan untuk mengistirahatkan tubuh ini.

Dengan tidur pd waktu Isya, keadaan jiwa kita berada pd gelombang Delta dgn frekuensi dibawah 4 Hertz dan seluruh sistem tubuh memasuki waktu rehat

Selepas tengah malam, alam mulai bersinar kembali dgn warna-warna putih, merah jambu dan ungu.

Perubahan warna ini selaras dgn kelenjar pineal (sebuah kelenjar endokrin pada otak) kelenjar pituitary, thalamus (struktur simetris garis tengah dlm otak yg fungsinya mencakup sensasi menyampaikan, rasa khusus dan sinyal motor ke korteks serebral, bersama dgn pengaturan kesadaran, tidur dan kewaspadaan) dan hypothalamus (bagian otak yg terdiri dari sejumlah nucleus dgn berbagai fungsi yg sangat peka terhadap steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu).

Maka sebaiknya kita bangun lagi pd waktu ini utk mengerjakan sholat malam (tahajjud).
Umat Islam sepatutnya bersyukur krn tlh  di’karuniakan’ syariat sholat oleh Allah Swt sehingga jika dilaksanakan sesuai aturan maka secara tak sadar kita telah menyerap tenaga alam ini.

Inilah salah satu hakikat mengapa Allah Swt ķmewajibkan sholat kpd kita.
Sholat di awal waktu dpt membuat badan semakin sehat. Alhamdulillah ...
Share:

Selasa, 29 Maret 2016

AHLI BIDAH YANG TERUSIR DARI TELAGA

Kaum Wahabiy sedang cari-cari dalil menyesatkan ahli bid`ah hasanah. Mereka berkata:
Mereka yang Terusir dari Telaga Nabi..
Siapakah mereka?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Umatku akan dibangkitkan di hari kiamat dalam keadaan bercahaya wajah dan tangannya karena bekas wudhu. Aku menunggu mereka di telaga.” Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:

أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ، أُنَادِيهِمْ: أَلَا هَلُمَّ، فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ: سُحْقًا، سُحْقًا

Ketahuilah, sungguh ada beberapa orang dari kalian yang disesatkan, tidak bisa mendekat ke telagaku, seperti onta yang tersesat. Aku panggil-panggil mereka, “Kemarilah…kemarilah.” Lalu disampaikan kepadaku, “Mereka telah mengubah agamanya setelah kamu meninggal.” Aku pun (Nabi) mengatakan, “Sungguh celaka..Sungguh celaka..”.
 (HR. Ahmad 8214 & Muslim 607)

Dalam riwayat Bukhari, Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

“Mereka umatku… “ Lalu disampaikan kepadaku, 
“Engkau tidak tahu bahwa mereka telah mengubah (agamanya) setelah kamu meninggal”. Aku pun berkomentar, “Sungguh celaka orang yang mengganti agamanya setelah aku meninggal.” (HR. Bukhari 7051).

Siapakah Orang yang Mengganti agamanya itu?
Kita simak keterangan al-Qurthubi,


قال علماؤنا رحمة الله عليهم أجمعين : فكل من ارتد عن دين الله أو أحدث فيه ما لا يرضاه الله و لم يأذن به الله فهو من المطرودين عن الحوض المبعدين عنه و … وكذلك الظلمة المسرفون في الجور و الظلم و تطميس الحق و قتل أهله و إذلالهم و المعلنون بالكبائر المستحفون بالمعاصي و جماعة أهل الزيغ و الأهواء و البدع

Para ulama (guru) kami – rahimahumullah – mengatakan, “Semua orang yang murtad dari agama Allah, atau membuat bid’ah yang tidak diridhai dan diizinkan oleh Allah, merekalah orang-orang yang diusir dan dijauhkan dari telaga…Demikian pula orang-orang dzalim yang melampaui batas dalam kedzalimannya, membasmi kebenaran, membantai penganut kebenaran, dan menekan mereka. Atau orang-orang yang terang-terangan melakukan dosa besar terang-terangan, menganggap remeh maksiat, serta kelompok menyimpang, penganut hawa nafsu dan bid’ah.
 (at-Tadzkirah, hlm. 352

BANTAHAN 

Oleh : M. Hasan Hasbullah


Mari kita simak baik-baik penjelasan Imam al Qurtubhi yang dijadikan argumen kaum Wahabiy untuk menyalahkan Aswaja. Ini adalah modus penipuan mereka terhadap penjelasan ulama untuk kepentingan doktrin mereka.Siapakah Imam al-Qurtubi?

Imam al-Qurtubi adalah yang berpendapat bahwa bid`ah terbagi menjadi dua; bid’ah hasanah dan bid’ah dholalah.


Baca Bidah menurut Para Ulama
Simaklah keterangan beliau tentang bid’ah dalam kitab tafsirnya;

ﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺻﺪﺭﺕ ﻣﻦ ﻣﺨﻠﻮﻕ ﻓﻼ ﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻬﺎ ﺃﺻﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮﻉ ﺃﻭﻻ ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻬﺎ ﺃﺻﻞ ﻛﺎﻧﺖ ﻭﺍﻗﻌﺔ ﺗﺤﺖ ﻋﻤﻮﻡ ﻣﺎ ﻧﺪﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺧﺺ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻬﻲ ﻓﻲ ﺣﻴﺰ ﺍﻟﻤﺪﺡ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻣﺜﺎﻟﻪ ﻣﻮﺟﻮﺩﺍ ﻛﻨﻮﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻮﺩ ﻭﺍﻟﺴﺨﺎﺀ ﻭﻓﻌﻞ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻓﻬﺬﺍ ﻓﻌﻠﻪ ﻣﻦ ﺍﻷﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻤﺤﻤﻮﺩﺓ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ﻗﺪ ﺳﺒﻖ ﺇﻟﻴﻪ . ﻭﻳﻌﻀﺪ ﻫﺬﺍ ﻗﻮﻝ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻧﻌﻤﺖ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻫﺬﻩ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻦ ﺃﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﺩﺍﺧﻠﺔ ﻓﻲ ﺣﻴﺰ ﺍﻟﻤﺪﺡ ﻭﻫﻲ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﺻﻼﻫﺎ ﺇﻻ ﺇﻧﻪ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻭﻟﻢ ﻳﺤﺎﻓﻆ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻻ ﺟﻤﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻤﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺟﻤﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻟﻬﺎ ﻭﻧﺪﺑﻬﻢ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺑﺪﻋﺔ ﻟﻜﻨﻬﺎ ﺑﺪﻋﺔ ﻣﺤﻤﻮﺩﺓ ﻣﻤﺪﻭﺣﺔ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ ﺧﻼﻑ ﻣﺎ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﻓﻬﻲ ﻓﻲ ﺣﻴﺰ ﺍﻟﺬﻡ ﻭﺍﻹﻧﻜﺎﺭ .

Setiap bid`ah yang dibuat oleh makhluk maka tidak ada kemungkinan kecuali ia memiliki asal/ dasar dalam syariat atau tidak memiliki dasar. Jika ia memiliki dasar dalam syariat yang berada dalam naungan keumuman dari anjuran Allah dan Rasul-Nya maka ia masuk dalam lingkup bid`ah yang terpuji. Meskipun perbuatan itu tidak pernah ada sebelumnya, seperti jenis-jenis kedermawanan dan perbuatan baik. Perbuatan demikian ini termasuk perbuatan terpuji sekali pun tidak ada orang yang pernah melakukan sebelumnya

Pendapat ini diperkuat oleh ucapan Sayidina Umar ra :”Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (tarawih 20 rokaat berjamaah.
Share:

Senin, 28 Maret 2016

Mendidik Anak

7 Rahasia Mendidik Anak


Jika melihat anakmu menanagis, jangan buang waktu untuk mendiamkannya. Coba tunjuk burung atau awan di atas langit agar ia melihatnya, ia akan terdiam. Karena psikologis manusia saat menangis, adalah menunduk.

⌚ Jika ingin anak-anakmu berhenti bermain, jangan berkata: “Ayo, sudah mainnya, stop sekarang!”. Tapi katakan kepada mereka: “Mainnya 5 menit lagi yaaa”. Kemudian ingatkan kembali: “Dua menit lagi yaaa”. Kemudian barulah katakan: “Ayo, waktu main sudah habis”. Mereka akan berhenti bermain.
Jika engkau berada di hadapan sekumpulan anak-anak dalam sebuah tempat, yang mereka berisik dan gaduh, dan engkau ingin memperingatkan mereka, maka katakanlah: “Ayoo.. Siapa yang mau mendengar cerita saya, angkat tangannya..”. Salah seorang akan mengangkat tangan, kemudian disusul dengan anak-anak yang lain, dan semuanya akan diam.
Katakan kepada anak-anak menjelang tidur: “Ayo tidur sayang.. besok pagi kan kita sholat subuh”, maka perhatian mereka akan selalu ke akhirat. Jangan berkata: “Ayo tidur, besok kan sekolah”, akhirnya mereka tidak sholat subuh karena perhatiannya adalah dunia.
 Nikmati masa kecil anak-anakmu, karena waktu akan berlalu sangat cepat. Kepolosan dan kekanak-kanakan mereka tidak akan lama, ia akan menjadi kenangan. Bermainlah bersama mereka, tertawalah bersama mereka, bercandalah bersama mereka. Jadilah anak kecil saat bersama mereka, ajarkan mereka dengan cara yang menyenangkan sambil bermain.
☎Tinggalkan HP sesaat kalau bisa. Jika ada teman yang menelpon, katakan: “Maaf saaay, saat ini aku sedang sibuk mendampingi anak-anak”. Semua ini tidak menyebabkan jatuhnya wibawamu, atau hilangnya kepribadianmu. Orang yang bijaksana tahu bagaimana cara menyeimbangkan segala sesuatu dan menguasai pendidikan anak.
Selain itu, jangan lupa berdoa dan bermohon kepada Allah, agar anak-anak kita menjadi perhiasan yang menyenangkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Share:

BPJS

Perbandingan Konsep BPJS dan at Ta’min at Ta’awuni

BPJS sejalan dengan semangat dan tujuan at-takmin at-ta’awuny & tidak mengandung unsur riba serta tidak identik dengan asuransi
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil , Penerima Pensiun PNS dan TNI / POLRI , Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 . Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014 , sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.

BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.

Kepesertaan wajib

Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.

Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.

Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafisah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi. (Iuran BPJS Kesehatan Rp 22 ribu)

Dalam UU BPJS Nomor 40/2011 disebutkan, Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Menurut UU BPJS tersebut, jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Pasal 3 UU BPJS menyebutkan, BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan, terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Pertanyaan
1. Apakah konsep Jaminan Kesehatan Nasional dalam BPJS sesuai dengan ajaran syariah Islam?
2. Apakah program BPJS itu mengandung riba atau tidak? Karena program tersebut identik dengan asuransi.
3. Apakah boleh pemerintah mewajibkan keikutsertaan rakyat pada program BPJS?
4. Bagaimana hukum mengikuti program BJPS?

Jawaban a:
BPJS yang merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat (UU BPJS Nomor 40/2011) adalah sejalan dengan semangat dan tujuan at-takmin at-ta’awuny, yaitu persekutuan beberapa orang dengan membayar iuran dalam jumlah tertentu, kemudian dari persekutuan itu digunakan untuk membiayai peserta yang tertimpa musibah.

Namun dalam pelaksanaannya ada yang perlu disempurnakan agar sesuai dengan konsep at-takmin at-ta’awuny, yaitu:
1. Tidak ada paksaan dalam kepesertaan.
2. Peserta semata-mata bertujuan untuk membantu sesama (tidak untuk mendapatkan keuntungan).
3. Keadilan dalam pelayanan (tidak ada diskriminasi pada peserta).
4. Kemungkinan jumlah iuran melebihi biaya yang dibutuhkan maka menjadi sedekah atau infaq sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Jawaban b:
Tidak mengandung unsur riba dan tidak identik dengan asuransi, karena apabila semua unsur terpenuhi maka tergolong at-takmin at-ta’awuny, seperti yang dijelaskan pada sub a.


Referensi a & b :

ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻭﺃﺩﻟﺘﻪ ‏( /5 101 ‏)
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻧﻲ : ﻓﻬﻮ ﺃﻥ ﻳﺘﻔﻖ ﻋﺪﺓ ﺃﺷﺨﺎﺹ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻳﺪﻓﻊ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﻢ ﺍﺷﺘﺮﺍﻛﺎً ﻣﻌﻴﻨﺎً، ﻟﺘﻌﻮﻳﺾ ﺍﻷﺿﺮﺍﺭ ﺍﻟﺘﻲ ﻗﺪ ﺗﺼﻴﺐ ﺃﺣﺪﻫﻢ ﺇﺫﺍ ﺗﺤﻘﻖ ﺧﻄﺮ ﻣﻌﻴﻦ . ﻭﻫﻮ ﻗﻠﻴﻞ ﺍﻟﺘﻄﺒﻴﻖ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ .
ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻭﺃﺩﻟﺘﻪ ‏( /5 108 ‏)
ﻣﻮﻗﻒ ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ : ﻻ ﺷﻚ ﻛﻤﺎ ﺗﺒﻴﻦ ﺳﺎﺑﻘﺎً ﻓﻲ ﺟﻮﺍﺯ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻧﻲ ﻓﻲ ﻣﻨﻈﺎﺭ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻳﻦ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﻋﻘﻮﺩ ﺍﻟﺘﺒﺮﻋﺎﺕ، ﻭﻣﻦ ﻗﺒﻴﻞ ﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻥ ﺍﻟﻤﻄﻠﻮﺏ ﺷﺮﻋﺎً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﺮ ﻭﺍﻟﺨﻴﺮ؛ ﻷﻥ ﻛﻞ ﻣﺸﺘﺮﻙ ﻳﺪﻓﻊ ﺍﺷﺘﺮﺍﻛﻪ ﺑﻄﻴﺐ ﻧﻔﺲ، ﻟﺘﺨﻔﻴﻒ ﺁﺛﺎﺭ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺮ ﻭﺗﺮﻣﻴﻢ ﺍﻷﺿﺮﺍﺭ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺼﻴﺐ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻤﺸﺘﺮﻛﻴﻦ، ﺃﻳﺎً ﻛﺎﻥ ﻧﻮﻉ ﺍﻟﻀﺮﺭ، ﺳﻮﺍﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ، ﺃﻭ ﺍﻟﺤﻮﺍﺩﺙ ﺍﻟﺠﺴﺪﻳﺔ، ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﺑﺴﺒﺐ ﺍﻟﺤﺮﻳﻖ ﺃﻭ ﺍﻟﺴﺮﻗﺔ ﺃﻭ ﻣﻮﺕ ﺍﻟﺤﻴﻮﺍﻥ، ﺃﻭ ﺿﺪ ﺍﻟﻤﺴﺆﻭﻟﻴﺔ ﻣﻦ ﺣﻮﺍﺩﺙ ﺍﻟﺴﻴﺮ، ﺃﻭ ﺣﻮﺍﺩﺙ ﺍﻟﻌﻤﻞ، ﻭﻷﻧﻪ ﻻ ﻳﺴﺘﻬﺪﻑ ﺗﺤﻘﻴﻖ ﺍﻷﺭﺑﺎﺡ . ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﺳﺎﺱ ﻧﺸﺄﺕ ﺷﺮﻛﺎﺕ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻮﺩﺍﻥ ﻭﻏﻴﺮﻩ، ﻭﻧﺠﺤﺖ ﻓﻲ ﻣﻬﺎﻣﻬﺎ ﻭﺃﻋﻤﺎﻟﻬﺎ، ﺑﺎﻟﺮﻏﻢ ﻣﻦ ﻭﺻﻒ ﺍﻟﻘﺎﻧﻮﻧﻴﻴﻦ ﻟﻬﺎ ﺑﺄﻧﻬﺎ ﺑﺪﺍﺋﻴﺔ .
ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻭﺃﺩﻟﺘﻪ ‏( /5 102 ‏)
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺑﻘﺴﻂ ﺛﺎﺑﺖ : ﻓﻬﻮ ﺃﻥ ﻳﻠﺘﺰﻡ ﺍﻟﻤﺆﻣَّﻦ ﻟﻪ ﺑﺪﻓﻊ ﻗﺴﻂ ﻣﺤﺪﺩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺆﻣِّﻦ : ﻭﻫﻮ ﺷﺮﻛﺔ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺍﻟﻤﻜﻮﻧﺔ ﻣﻦ ﺃﻓﺮﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﺎﻫﻤﻴﻦ، ﻳﺘﻌﻬﺪ ‏( ﺃﻱ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ‏) ﺑﻤﻘﺘﻀﺎﻩ ﺩﻓﻊ ﺃﺩﺍﺀ ﻣﻌﻴﻦ ﻋﻨﺪ ﺗﺤﻘﻖ ﺧﻄﺮ ﻣﻌﻴﻦ . ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻨﻮﻉ ﺍﻟﺴﺎﺋﺪ ﺍﻵﻥ . ﻭﻳﺪﻓﻊ ﺍﻟﻌﻮﺽ ﺇﻣﺎ ﺇﻟﻰ ﻣﺴﺘﻔﻴﺪ ﻣﻌﻴﻦ ﺃﻭ ﺇﻟﻰ ﺷﺨﺺ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺃﻭ ﺇﻟﻰ ﻭﺭﺛﺘﻪ، ﻓﻬﻮ ﻋﻘﺪ ﻣﻌﺎﻭﺿﺔ ﻣﻠﺰﻡ ﻟﻠﻄﺮﻓﻴﻦ .
ﻭﺍﻟﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻨﻮﻋﻴﻦ : ﺃﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﻮﻟﻰ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻧﻲ ﻟﻴﺲ ﻫﻴﺌﺔ ﻣﺴﺘﻘﻠﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻬﻢ، ﻭﻻﻳﺴﻌﻰ ﺃﻋﻀﺎﺅﻩ ﺇﻟﻰ ﺗﺤﻘﻴﻖ ﺭﺑﺢ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺴﻌﻮﻥ ﺇﻟﻰ ﺗﺨﻔﻴﻒ ﺍﻟﺨﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻠﺤﻖ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﻋﻀﺎﺀ . ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺑﻘﺴﻂ ﺛﺎﺑﺖ ﻓﻴﺘﻮﻻﻩ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ‏( ﺃﻱ ﺍﻟﺸﺮﻛﺔ ﺍﻟﻤﺴﺎﻫﻤﺔ ‏) ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻬﺪﻑ ﺇﻟﻰ ﺗﺤﻘﻴﻖ ﺭﺑﺢ، ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺎﺏ ﺍﻟﻤﺸﺘﺮﻛﻴﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻬﻢ . ﻭﻛﻮﻥ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻟﻪ ﻗﺪ ﻻﻳﺄﺧﺬ ﺷﻴﺌﺎً ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﺣﻴﺎﻥ ﻻﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﻣﻦ ﻋﻘﻮﺩ ﺍﻟﻤﻌﺎﻭﺿﺎﺕ، ﻷﻥ ﻣﻦ ﻃﺒﻴﻌﺔ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﺍﻻﺣﺘﻤﺎﻟﻲ ﺃﻻ ﻳﺤﺼﻞ ﻓﻴﻪ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻌﺎﻗﺪﻳﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻮﺽ ﺃﺣﻴﺎﻧﺎً .
ﺃﺑﺤﺎﺙ ﻫﻴﺌﺔ ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺝ 4 ﺹ 41
ﻓﺎﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻧﻲ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﻪ ﻋﺪﺓ ﺃﺷﺨﺎﺹ ﻳﺘﻌﺮﺿﻮﻥ ﻟﻨﻮﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﺎﻃﺮ ﻭﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﺍﻛﺘﺘﺎﺑﻬﻢ ﺑﻤﺒﺎﻟﻎ ﻧﻘﺪﻳﺔ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻻﺷﺘﺮﺍﻙ ﺗﺨﺼﺺ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺒﺎﻟﻎ ﻷﺩﺍﺀ ﺍﻟﺘﻌﻮﻳﺾ ﺍﻟﻤﺴﺘﺤﻖ ﻟﻤﻦ ﻳﺼﻴﺒﻪ ﻣﻨﻬﻢ ﺍﻟﻀﺮﺭ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻒ ﺍﻷﻗﺴﺎﻁ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﻃﻮﻟﺐ ﺍﻷﻋﻀﺎﺀ ﺑﺎﺷﺘﺮﺍﻙ ﺇﺿﺎﻓﻲ ﻟﺘﻐﻄﻴﺔ ﺍﻟﻌﺠﺰ، ﻭﺇﻥ ﺯﺍﺩﺕ ﻋﻤﺎ ﺻﺮﻑ ﻣﻦ ﺗﻌﻮﻳﺾ ﻛﺎﻥ ﻟﻸﻋﻀﺎﺀ ﺣﻖ ﺍﺳﺘﺮﺩﺍﺩ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ، ﻭﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺃﻋﻀﺎﺀ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﻳﻌﺘﺒﺮ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﻭﻣﺆﻣﻨﺎ ﻟﻪ ﻭﺗﺪﺍﺭ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﺑﻮﺍﺳﻄﺔ ﺑﻌﺾ ﺃﻋﻀﺎﺋﻬﺎ، ﻭﻳﺘﻀﺢ ﻣﻦ ﺗﺼﻮﻳﺮ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻨﻮﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺄﻣﻴﻦ ﺃﻧﻪ ﺃﺷﺒﻪ ﺑﺠﻤﻌﻴﺔ ﺗﻌﺎﻭﻧﻴﺔ ﺗﻀﺎﻣﻨﻴﺔ ﻻ ﺗﻬﺪﻑ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﺑﺢ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﻣﻨﻬﺎ ﺩﺭﺀ ﺍﻟﺨﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﻠﺤﻖ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﻋﻀﺎﺀ ﺑﺘﻌﺎﻗﺪﻫﻢ ﻋﻠﻰ ﺗﻮﺯﻳﻌﻬﺎ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻮﺿﻊ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ .
ﺗﺤﻔﺔ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺝ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻨﻬﺎﺝ ﺝ 10 ﺹ 264
‏( ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﻭَﺑَﺤَﺚَ ﺍﻟْﺈِﺳْﻨَﻮِﻱِّ ﺃَﻥَّ ﻛُﻞَّ ﻣَﺎ ﺃَﻣَﺮَﻫُﻢْ ﺑِﻪِ ﻣِﻦْ ﻧَﺤْﻮِ ﺻَﺪَﻗَﺔٍ ﻭَﻋِﺘْﻖٍ ﻳَﺠِﺐُ ﻛَﺎﻟﺼَّﻮْﻡِ ﺇﻟَﺦْ ‏) ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﻤَﺪُ ﻓَﻘَﺪْ ﺻَﺮَّﺡَ ﺑِﺎﻟﺘَّﻌَﺪِّﻱ ﺍﻟﺮَّﺍﻓِﻌِﻲُّ ﻓِﻲ ﺑَﺎﺏِ ﻗِﺘَﺎﻝِ ﺍﻟْﺒُﻐَﺎﺓِ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻫَﺬَﺍ ﻓَﺎﻟْﺄَﻭْﺟَﻪُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺘَﻮَﺟَّﻪَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭُﺟُﻮﺏُ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔِ ﺑِﺎﻟْﺄَﻣْﺮِ ﺍﻟْﻤَﺬْﻛُﻮﺭِ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻃَﺐُ ﺑِﺰَﻛَﺎﺓِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻓَﻤَﻦْ ﻓَﻀَﻞَ ﻋَﻨْﻪُ ﺷَﻲْﺀٌ ﻣِﻤَّﺎ ﻳُﻌْﺘَﺒَﺮُ ﺛَﻢَّ ﻟَﺰِﻣَﻪُ ﺍﻟﺘَّﺼَﺪُّﻕُ ﻋَﻨْﻪُ ﺑِﺄَﻗَﻞِّ ﻣُﺘَﻤَﻮَّﻝٍ ﻫَﺬَﺍ ﺇﻥْ ﻟَﻢْ ﻳُﻌَﻴِّﻦْ ﻟَﻪُ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡُ ﻗَﺪْﺭًﺍ، ﻓَﺈِﻥْ ﻋَﻴَّﻦَ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺇﻧْﺴَﺎﻥٍ ﻓَﺎﻟْﺄَﻧْﺴَﺐُ ﺑِﻌُﻤُﻮﻡِ ﻛَﻠَﺎﻣِﻬِﻢْ ﻟُﺰُﻭﻡُ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺍﻟْﻤُﻌَﻴَّﻦِ ﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻈْﻬَﺮُ ﺗَﻘْﻴِﻴﺪُﻩُ ﺑِﻤَﺎ ﺇﺫَﺍ ﻓَﻀَﻞَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﻤُﻌَﻴَّﻦُ ﻋَﻦْ ﻛِﻔَﺎﻳَﺔِ ﺍﻟْﻌُﻤُﺮِ ﺍﻟْﻐَﺎﻟِﺐِ ﻭَﻳُﺤْﺘَﻤَﻞُ ﺃَﻥْ ﻳُﻘَﺎﻝَ ﺇﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻤُﻌَﻴَّﻦُ ﻳُﻘَﺎﺭِﺏُ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺐَ ﻓِﻲ ﺯَﻛَﺎﺓِ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻗُﺪِّﺭَ ﺑِﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﻓِﻲ ﺃَﺣَﺪِ ﺧِﺼَﺎﻝِ ﺍﻟْﻜَﻔَّﺎﺭَﺓِ ﻗُﺪِّﺭَ ﺑِﻬَﺎ , ﻭَﺇِﻥْ ﺯَﺍﺩَ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ ﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺐْ، ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻓَﻴُﺤْﺘَﻤَﻞُ ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺘَﺒَﺮَ ﺑِﺎﻟْﺤَﺞِّ ﻭَﺍﻟْﻜَﻔَّﺎﺭَﺓِ ﻓَﺤَﻴْﺚُ ﻟَﺰِﻣَﻪُ ﺑَﻴْﻌُﻪُ ﻓِﻲ ﺃَﺣَﺪِﻫِﻤَﺎ ﻟَﺰِﻣَﻪُ ﻋِﺘْﻘُﻪُ ﺇﺫَﺍ ﺃَﻣَﺮَﻩُ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﺈِﻣَﺎﻡُ ﺷَﺮْﺡُ ﻣَﺮَّ ‏( ﻗَﻮْﻟُﻪُ : ﺍﻟْﻤُﻮﺳِﺮُﻭﻥَ ﺑِﻤَﺎ ﻳُﻮﺟِﺐُ ﺍﻟْﻌِﺘْﻖَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﻔَّﺎﺭَﺓِ ‏) ﻛَﺬَﺍ ﻣَﺮَّ
ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ﺝ 12 ﺹ 300
ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﻋَﺎﻣِﺮٍ ﺍﻟْﺄَﺷْﻌَﺮِﻱُّ ﻭَﺃَﺑُﻮ ﻛُﺮَﻳْﺐٍ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺃُﺳَﺎﻣَﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮ ﻋَﺎﻣِﺮٍ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮ ﺃُﺳَﺎﻣَﺔَ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺑُﺮَﻳْﺪُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑْﻦِ ﺃَﺑِﻲ ﺑُﺮْﺩَﺓَ ﻋَﻦْ ﺟَﺪِّﻩِ ﺃَﺑِﻲ ﺑُﺮْﺩَﺓَ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻣُﻮﺳَﻰ ﻗَﺎﻝَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ g ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺄَﺷْﻌَﺮِﻳِّﻴﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭْﻣَﻠُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻐَﺰْﻭِ ﺃَﻭْ ﻗَﻞَّ ﻃَﻌَﺎﻡُ ﻋِﻴَﺎﻟِﻬِﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﺟَﻤَﻌُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻋِﻨْﺪَﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺛَﻮْﺏٍ ﻭَﺍﺣِﺪٍ ﺛُﻢَّ ﺍﻗْﺘَﺴَﻤُﻮﻩُ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺇِﻧَﺎﺀٍ ﻭَﺍﺣِﺪٍ ﺑِﺎﻟﺴَّﻮِﻳَّﺔِ ﻓَﻬُﻢْ ﻣِﻨِّﻲ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
ﺷﺮﺡ ﻣﺴﻠﻢ ﻟﻠﻨﻮﻭﻱ ﺝ 8 ﺹ 270
ﻗَﻮْﻟﻪ :g ‏( ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺄَﺷْﻌَﺮِﻳِّﻴﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭْﻣَﻠُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻐَﺰْﻭ ﺇِﻟَﻰ ﺁﺧِﺮﻩ ‏) ﻣَﻌْﻨَﻰ ‏( ﺃَﺭْﻣَﻠُﻮﺍ ‏) ﻓَﻨِﻲَ ﻃَﻌَﺎﻣﻬﻢْ . ﻭَﻓِﻲ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚ ﻓَﻀِﻴﻠَﺔ ﺍﻟْﺄَﺷْﻌَﺮِﻳِّﻴﻦَ، ﻭَﻓَﻀِﻴﻠَﺔ ﺍﻟْﺈِﻳﺜَﺎﺭ ﻭَﺍﻟْﻤُﻮَﺍﺳَﺎﺓ، ﻭَﻓَﻀِﻴﻠَﺔ ﺧَﻠْﻂ ﺍﻟْﺄَﺯْﻭَﺍﺩ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻔَﺮ، ﻭَﻓَﻀِﻴﻠَﺔ ﺟَﻤْﻌﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀ ﻋِﻨْﺪ ﻗِﻠَّﺘﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻀَﺮ، ﺛُﻢَّ ﻳَﻘْﺴِﻢ، ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩ ﺑِﻬَﺬَﺍ ﺍﻟْﻘِﺴْﻤَﺔ ﺍﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻓَﺔ ﻓِﻲ ﻛُﺘُﺐ ﺍﻟْﻔِﻘْﻪ ﺑِﺸُﺮُﻭﻃِﻬَﺎ، ﻭَﻣَﻨَﻌَﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﺑَﻮِﻳَّﺎﺕ، ﻭَﺍﺷْﺘِﺮَﺍﻁ ﺍﻟْﻤُﻮَﺍﺳَﺎﺓ ﻭَﻏَﻴْﺮﻫَﺎ، ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﻤُﺮَﺍﺩ ﻫُﻨَﺎ ﺇِﺑَﺎﺣَﺔ ﺑَﻌْﻀﻬﻢْ ﺑَﻌْﻀًﺎ ﻭَﻣُﻮَﺍﺳَﺎﺗﻬﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤَﻮْﺟُﻮﺩِ .
ﺻﺤﻴﺢ ﻣﺴﻠﻢ ﺝ 17 ﺹ 19
ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ : ‏« ﻣَﻦْ ﻧَﻔَّﺲَ ﻋَﻦْ ﻣُﺆْﻣِﻦٍ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ، ﻧَﻔَّﺲَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ . ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺴَّﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﻌْﺴِﺮٍ، ﻳَﺴَّﺮَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ . ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤﺎً، ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻵﺧِﺮَﺓِ . ﻭَﺍﻟﻠّﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴﻪِ
Share:

BEKASAN SUJUD

Perbanyaklah sujud (dg sholat) namun jagalah wajahmu supaya tetap tampak TAMPAN....


Abdullah bin Umar bin Khattab RA. salah seorang shahabat terkemuka membenci adanya bekas hitam di dahi seorang muslim.

عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.

Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.

Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.

Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari ATSARIS SUJUUD (bekas sujud)’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapalen’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapalen’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).

Bahkan dalam kitab Hasiyah as-Showi,

وليس المراد به ما بصنعه بعض الجهلة المرائين من العلامة في الجبهة فانه من فعل الخوارج وفي الحديث اني لابغض الرجل واكرهه اذا رايت بين عينيه اثر السجود

“Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan TUKANG RIYA’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” dalam sebuah hadits disebutkan sungguh saya benci seseorang yang saya lihat diantara kedua matanya terdapat bekas sujud (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).
Share:

Minggu, 27 Maret 2016

Menghadap Kiblat

مسألة : ك) : الراجح أنه لا بد من استقبال عين القبلة ، ولو لمن هو خارج مكة فلا بد من انحراف يسير مع طول الصف ، بحيث يرى نفسه مسامتاً لها ظناً مع البعد ، والقول الثاني يكفي استقبال الجهة ، أي إحدى الجهات الأربع التي فيها الكعبة لمن بعد عنها... وهو قويّ ، اختاره الغزالي وصححه الجرجاني وابن كج وابن أبي عصرون ، وجزم به المحلي ، قال الأذرعي : وذكر بعض الأصحاب أنه الجديد وهو المختار لأن جرمها صغير يستحيل أن يتوجه إليه أهل الدنيا فيكتفى بالجهة ، ولهذا صحت صلاة الصف الطويل إذا بعدوا عن الكعبة ، ومعلوم أن بعضهم خارجون من محاذاة العين ، وهذا القول يوافق المنقول عن أبي حنيفة وهو أن المشرق قبلة أهل المغرب وبالعكس ، والجنوب قبلة أهل الشمال وبالعكس ، وعن مالك أن الكعبة قبلة أهل المسجد ، والمسجد قبلة أهل مكة ، ومكة قبلة أهل الحرم ، والحرم قبلة أهل الدنيا ، هذا والتحقيق أنه لا فرق بين القولين ، إذ التفصيل الواقع في القول بالجهة واقع في القول بالعين إلا في صورة يبعد وقوعها ، وهي أنه لو ظهر الخطأ في التيامن والتياسر ، فإن كان ظهوره بالاجتهاد لم يؤثر قطعاً ، سواء كان بعد الصلاة أو فيها ، بل ينحرف ويتمها أو باليقين ، فكذلك أيضاً إن قلنا بالجهة لا إن قلنا بالعين ، بل تجب الإعادة أو الاستئناف ، وتبين الخطأ إما بمشاهدة الكعبة ولا تتصوَّر إلا مع القرب ، أو إخبار عدل ، وكذا رؤية المحاريب المعتمدة السالمة من الطعن قاله في التحفة ، ويحمل على المحاريب التي ثبت أنه صلى إليها ومثلها محاذيها لا غيرهما.
(مسألة : ك) : محل الاكتفاء بالجهة على القول به عند عدم العلم بأدلة العين ، إذ القادر على العين إن فرض حصوله بالاجتهاد لا يجزيه استقبال الجهة قطعاً ، وما حمل القائلين بالجهة على ذلك إلا كونهم رأوا أن استقبال العين بالاجتهاد متعذر ، فالخلاف حينئذ لفظي إن شاء الله تعالى لمن تأمل دلائلهم

Menurut pendapat pertama 

“Harus menghadap kiblat secara tepat walaupun bagi orang yang 
berada di luar kota makkah, berarti harus miring sedikit bagi mereka yang sholat dengan shof panjang meskipun jauh dari makkah sekira memeiliki dugaan kuat dia telah mengarah tepat kearah ka’bah”

Menurut pendapat yang kedua
“sudah dianggap cukup menghadap arah kiblat (meskipun tidak secara tepat) dalam arti bagi orang yang jauh dari ka’bah cukup mengahdap salah satu dari empat arah yang ka’bah berada disana, ini pendapat yang kuat yang di pilih oleh alGhozali di shahihkan oleh Imam alJurjani, Ibnu kaj dan Ab ‘ishruun, imam mahalli juga mantap memakai pendapat ini.

Imam Adzru’I berkata “sebagian sahabat berkata, pendapat ini baru tapi pendapat yang di pilih karena bentuk ka’bah itu kecil yang mustahil seluruh penduduk dunia bias menghadapnya (secara tepat) maka cukuplah arahnya saja karenanya dihukumi sah orang-orang yang sholat dengan shof (barisan) yang panjang bila jauh dari ka’bah meskipun maklum bila sebagian dari mereka keluar dari kiblat (secara tepat)

Pndapat ini sesuai dengan apa yang dinukil dari imam Abu hanifah “Arah timur adalah Qiblatnya penduduk barat dan sebaliknya, arah selatan adalah Qiblatnya penduduk utara dan sebaliknya” dan pendapat Imam malik “Ka’bah kiblatnya orang masjid (alharam), masjid (alharam) kiblatnya penduduk makah, makkah kiblatnya penduduk tanah haram sedang tanah suci haram kiblatnya kiblatnya penduduk dunia” 
(Bughyah alMustarsyidiin I/78)
Share:

MENJAWAB SALAM

Saat Saat Wajib & Tidaknya Menjawab Salam :

جمع الجلال السيوطي رحمه الله تعالى المسائل التي لا يجب فيها ردُّ السلام فقال:
Telah mengumpulkan Imam Assuyuti beberapa 
masalah yang tidak wajib untuk menjawab salam

ردُّ السلام واجب إلا على
              مَن في صلاة أو بأكلٍ شُغِلا

Menjawab salam wajib hukumnya kecuali orang 
yg sedang solat atau sedang sibuk makan

أو شرب أو قراءة أو أدعيه
           أو ذكر أو في خطبة أو تلبيه

Sibuk minum, membaca, berdoa, berdzikir, sedang khutbah atau talbiyah

أو في قضاء حاجة الإنسان
                    أو في إقامة أو الآذانِ

Sedang buang hajat, sedang azan dan iqomah

أو سلَّم الطفلُ أو السكرانُ
              أو شابّة يُخشى بها افتتانُ

Yg memberi salam anak kecil, orang mabuk atau pemudi yg ditakutkan muncul fitnah dengannya

أو فاسق أو ناعس أو نائم
                أو حالة الجماع أو تحاكمِ

Orang fasiq, orang ngantuk, orang tidur, sedang berhubungan tubuh atau saling menggugat di persidangan

أوكان في حمام أومجنونا
         فواحد من بعده عشرون

Sedang dikamar mandi atau orang gila
Share:

HATI HATI DALAM MENULIS

BERHATI-HATILAH DALAM MENULIS STATUS DI FACEBOOK

Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Rahimahullah- Mengatakan Dalam Kitabnya yang Bertajuk Bidayah Al- Hidayah (hlm. 137-138 Beserta Syarhnya Maraqi Al-‘Ubudiyyah Karya Abu ‘Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi)

ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻴﺪﺍﻥ ﻓﺎﺣﻔﻈﻬﻤﺎ ﻋﻦ ﺃﻥ ﺑﻬﻤﺎ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﺑﻪ، ﻭ ﺗﻜﺘﺐ ﺍﻟﻘﻠﻢ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻠﺴﺎﻧﻴﻦ، ﻓﺎﺣﻔﻆ ﻓﺈﻥ ﻋﻤﺎ ﻳﺠﺐ ﺣﻔﻆ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻘﻠﻢ

“Adapun Kedua Tangan, Maka Jagalah Dari 
Menulis Sesuatu yang Tidak Boleh Diucapkan. Karena Sejatinya Pena Merupakan Salah Satu Dari Dua Lisan. Maka Jagalah Pena Dari Hal- Hal yang Harus Dijaga Oleh lisan

Dzun Nun Al-Mishri Bersyair

ﻭﻣﺎ ﻣﻦ ﻛﺎﺗﺐ ﺍﻻ ﺳﻴﺒﻠﻲ ﻭﻳﻔﻨﻲ ﺍﻟﺪﻫﺮ ﻣﺎ ﻛﺘﺒﺖ ﻳﺪﺍﻩ
ﻓﻼ ﺗﻜﺘﺐ ﺑﻜﻔﻚ ﻏﻴﺮ ﺷﻲﺀ ﻳﺴﺮﻙ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺍﻥ ﺗﺮﺍﻩ

Setiap orang yg menulis pasti akhirnya lenyap juga tulisan tangannya (namun baik buruknya akan diterima di akhirat

Maka janganlah kamu menulis apapun (termasuk status fb) kecuali yang membuatmu bahagia ketika melihatnya di akhirat.


Penulis Mirqah Ash- Shu’ud At-Tashdiq Syarh Sulam At- Taufiq ila Mahabbatillah ‘ala At-Tahqiq (hlm. 132) Menjelaskan,

“Karena Sesungguhnya Pena Merupakan Salah Satu Dari Dua Lisan. Karena Sejatinya Tulisan Merupakan Ungkapan Lisan, Sebagaimana Kata ‘Ali Al-Nabtiti. Oleh Sebab itu, Al- Ghazali Berkata Dalam Al- Bidayah, ‘Maka Jagalah Penamu Dari Hal-Hal yang Wajib Dijaga Oleh Lisan.’”

Jadi, Hati-Hati Dalam Menulis!
Tulislah Hal-Hal yang Baik Agar Kelak Anda Melihatnya Dengan Kegembiraan. Lain Halnya Jika Anda Asal Tulis Seperti Keluh Kesah, Caci Maki, Ghibah, Namimah, dan Semacamnya. Maka Anda Akan Menyesal Dengan Penyesalan yang Besar!!!

Mudah-Mudahan ALLAH Melindungi Kita Dari Seluruh Keburukan..
Share:

Membakar Wangian Dalam Acara

MEMBAKAR SESUATU YANG BERBAU "WANGI" ADALAH SUNNAH BUKAN DUKUN

Hukum membakar wangi2an

Membakar dupa wangi ketika berdzikir, membaca al-Qur'an, berada di majlis ilmu maka wangi-wangian (tathayyub) hukumya sunnah berdasarkan senangya Nabi Muhammad Saw.
Pada sesuatu yang harum dan nabi senang dengan wewangian.

Bliau Saw. sering memakainya dan mendorong para sahabat untuk menggunnakanya.
(Lihat dalam kitab Bulghat ath-Thullab halaman
53-54).

ﻣﺴﺌﻠﺔ ﺝ: ﺍﺧﺮﺍﻕ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ ﻋﻨﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻛﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻭﻣﺠﻠﺲ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻟﻪ ﺍﺻﻞ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﺮﻳﺢ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻭﻳﺤﺐ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﻭﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻬﺎ ﻛﺜﻴﺮﺍ
ﺑﻠﻐﺔ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺹ ٥٣ - ٥٤

ikhroqu al bukhuri 'inda dzikri allahi ta'alaa wa 
nahwihi ka qiroati al qur'ani wa majlisi al 'ilmi lahu ashlun fi as sunnati min hatsu anna an nabiyya SAW yuhibbu ar riiha ath thiiba al hasana wa yuhibbu at tgiiba wa yasta'maluhuma katsiiron wa yahaddhu 'alaihima wa yaquulu hubbiba ilayya min dunyakum an nisaa'u wa ath thiibu wa ju'ilat qurrotu 'ainii fi ash sholaati

“Membakar dupa atau kemenyan ketika berdzikir pada Allah dan sebagainya seperti membaca al-Qur'an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari al-Hadits yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Saw menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya.”
(Bulghat ath-Thullab halaman 53-54).

ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺒﺨﺮ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺣﻴﻦ ﻳﻤﻮﺕ ﻻﻧﻪ ﺭﺑﻤﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻪ ﺷﺊ ﻓﻴﻐﻠﺒﻪ ﺭﺍﺋﺤﺔ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ
“Sahabat-sahaba t kita (dari Imam Syafi’i) 
berkata
“Sesungguhnya disunnahkan membakar dupa di dekat mayyit karena terkadang ada sesuatu yang muncul maka bau kemenyan tersebut bisa mengalahkan/ menghalanginya.”
(Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab juz 5 halaman 160)
Share:

Membaca Quran di Kuburan

Membaca al-Qur’an disisi makam / kubur 
Imam Syafi’i dalam kitab Al Umm :
قال الشافعى : وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميت
“Asy-Syafi’i berkata : aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur’an disamping kubur dan dibacakan do’a untuk mayyit”
Disebutkan oleh al-Imam al-Mawardi, al-Imam an-Nawawi, al-Imam Ibnu ‘Allan dan yang lainnya dalam kitab masing-masing yang redaksinya sebagai berikut :
الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه: ويُسْتَحَبُّ أنْ يُقرَأَ عِنْدَهُ شيءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإن خَتَمُوا القُرآن عِنْدهُ كانَ حَسناً
“Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur’an disisi quburnya, dan apabila mereka mengkhatamkan al-Qur’an disisi quburnya maka itu bagus”
المجموع شرح المهذب - (ج 5 / ص 311)
ويستحب إن يقرأ من القرآن ما تيسر ويدعو لهم عقبها نص عليه الشافعي واتفق عليه الاصحاب
Di sunnahkan agar dibacakan ayat/surat yg mudah dari Al quran dan berdoa untuk mayyit setelahnya. Hal ini di Nash oleh Imam Syafi'i dan disepakati oleh Ashab
Kemudian hal ini dijelaskan oleh ‘Ulama Syafi’iyah lainnya seperti Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab :
أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض

“Adapun pembacaan al-Qur’an, Imam an-Nawawi mengatakan didalam Syarh Muslim, yakni Al Masyhur dari madzhab asy-Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok ‘ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, 
puasa, pembacaan al-Qur’an dan yang lainnya. DAN APA YANG DIKATAKAN
 SEBAGAI QAUL MASYHUR DIBAWA ATAS PENGERTIAN APABILA PEMBACAANNYA TIDAK DI HADAPAN MAYYIT, TIDAK MENIATKAN PAHALA BACAANNYA UNTUKNYA ATAU MENIATKANNYA, DAN TIDAK MENDO’AKANNYA bahkan Imam as-Subkiy berkata ; “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya didalam syarah ar-Raudlah”.
قراءته له أو نواه ولم يدع له
Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami didalam al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubraa:
وكلام الشافعي – رضي الله عنه – هذا تأييد للمتأخرين في حملهم مشهور المذهب على ما إذا لم يكن بحضرة الميت أو لم يدع عقبه

“dan perkataan Imam asy-Syafi’i ini (bacaan al-Qur’an disamping mayyit/kuburan) memperkuat pernyataan ulama-ulama Mutaakhkhirin dalam membawa pendapat masyhur diatas pengertian apabila tidak dihadapan mayyit atau apabila tidak mengiringinya dengan do’a”. 
Lagi, dalam Tuhfatul Muhtaj : 
قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب 

“Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo’akannya untuk mayyit”.

Oleh karena itu Syaikh Sulaiman al-Jamal didalam Futuuhat al-Wahab (Hasyiyatul Jamal) mengatakan pula sebagai berikut :
والتحقيق أن القراءة تنفع الميت بشرط واحد من ثلاثة أمور إما حضوره عنده أو قصده له، ولو مع بعد أو دعاؤه له، ولو مع بعد أيضا اه
“dan Tahqiq bahwa bacaan al-Qur’an memberikan manfaat bagi mayyit dengan memenuhi salah satu syarat dari 3 syarat yakni apabila dibacakan dihadapan (disisi) orang mati, atau apabila di qashadkan (diniatkan/ditujukan) untuk orang mati walaupun jaraknya jauh, atau mendo’akan (bacaaannya) untuk orang mati walaupun jaraknya jauh juga”.
فرع : ثواب القراءة للقارئ ويحصل مثله أيضا للميت لكن إن كانت بحضرته، أو بنيته أو يجعل ثوابها له بعد فراغها على المعتمد في ذلك …. (قوله: أما القراءة إلخ) قال م ر: ويصل ثواب القراءة إذا وجد واحد من ثلاثة أمور؛ القراءة عند قبره والدعاء له عقبها ونيته حصول الثواب له

“(Cabang) pahala bacaan al-Qur’an adalah bagi si pembaca dan pahalanya itu juga bisa sampai kepada mayyit apabila dibaca dihadapan orang mati, atau meniatkannya, atau menjadikan pahalanya untuk orang mati setelah selesai membaca menurut pendapat yang kuat (muktamad) tentang hal itu,…. Frasa (adapun pembacaan al-Qur’an –sampai akhir-), Imam Ramli berkata : pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayyit apabila telah ada salah satu dari 3 hal : membaca disamping quburnya, mendo’akan untuknya mengiringi pembacaan al-Qur’an dan meniatkan pahalanya sampai kepada orang mati.”
Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah : 
فالاختيار أن يقول القارئ بعد فراغه: اللهمّ أوصلْ ثوابَ ما قرأته إلى فلانٍ؛ والله أعلم 
“Dan yang dipilih (qaul mukhtar) agar berdo’a setelah pembacaan al-Qur’an : “ya Allah sampaikan (kepada Fulan) pahala apa yang telah aku baca”, wallahu a’lam”.

والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها
“dan pendapat yang dipilih (qaul mukhtar) adalah sampai, apabila memohon kepada Allah menyampaikan pahala bacaannya, dan selayaknya melanggengkan dengan hal ini karena sesungguhnya ini do’a, sebab apabila boleh berdo’a untuk orang mati dengan perkara yang bukan bagi yang berdo’a, maka kebolehan dengan hal itu bagi mayyit lebih utama, dan makna pengertian semacam ini tidak hanya khusus pada pembacaan al-Qur’an saja saja, bahkan juga pada seluruh amal-amal lainnya, dan faktanya do’a, ulama telah sepakat bahwa itu bermanfaat bagi orang mati maupun orang hidup, baik dekat maupun jauh, baik dengan wasiat atau tanpa wasiat”.
Al-Imam al-Bujairami didalam Tuhfatul Habib :
قوله: (لأن الدعاء ينفع الميت) والحاصل أنه إذا نوى ثواب قراءة له أو دعا عقبها بحصول ثوابها له أو قرأ عند قبره حصل له مثل ثواب قراءته وحصل للقارئ أيضا الثواب“
Frasa : (karena sesungguhnya do’a bermanfaat bagi mayyit), walhasil sesungguhnya apabila pahala bacaan al-Qur’an diniatkan untuk mayyit atau di do’akan menyampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit mengiringi bacaan al-Qur’an atau membaca al-Qur’an disamping qubur niscaya sampai pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit dan bagi si qari (pembaca) juga mendapatkan pahala”.
Al-‘Allamah Muhammad az-Zuhri didalam As-Siraaj :
وتنفع الميت صدقة عنه ووقف مثلا ودعاء من وارث وأجنبي كما ينفعه ما فعله من ذلك في حياته ولا ينفعه غير ذلك من صلاة وقراءة ولكن المتأخرون على نفع قراءة القرآن وينبغي أن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأناه لفلان بل هذا لا يختص بالقراءة فكل أعمال الخير يجوز أن يسأل الله أن يجعل مثل ثوابها للميت فان المتصدق عن الميت لا ينقص من أجره شيء
“Bermanfaat bagi mayyit yakni shadaqah mengatas namakan mayyit, misalnya waqaf, dan (juga bermanfaat bagi mayyit yakni) do’a dari ahli warisnya dan orang lain, sebagaimana bermanfaatnya perkara yang dikerjakannya pada masa hidupnya, namun yang lainnya tidak memberikan manfaat seperti shalat dan membaca al-Qur’an, akan tetapi ulama mutakhkhirin menetapkan atas bermanfaatnya pembacaan al-Qur’an, oleh karena itu sepatutnya berdo’a : “ya Allah sampaikanlah pahala apa yang telah kami baca kepada Fulan”, bahkan hal semacam ini tidak hanya khusus pembacaan al-Qur’an saja tetapi seluruh amal-amal kebajikan lainnya juga boleh dengan cara memohon kepada Allah agar menjadikan pahalanya untuk mayyit, dan sesuangguhnya orang yang bershadaqah mengatas namakan mayyit pahalanya tidak dikurangi”.
والله أعلم....
Share:

Kategori Artikel