Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Senin, 19 September 2016

Apa kesalahan si Amr sampai si Zaid memukulnya

Salah satu kata yang sering keliru dalam penerjemahannya adalah kata عمرو yang diterjemahkan dengan Umar. Padalah kata Umar (عمر) berbeda dengan عمرو yang memakai huruf waw pada akhirnya. Terjemahan yang tepat dari kata عمرو adalah Amrseperti nama sahabat yang masyhur Amr bin al-‘Ash.
Yang menarik adalah kenapa ada huruf waw ?
Para ulama bahasa Arab menyebutkan bahwa alasan penambahan huruf waw adalah untuk membedakannya dengan kata Umar tadi (عمر). Yang menarik lagi adalah sebenarnya huruf waw tersebut tidak memberi pengaruh sama sekali dalam kaedah gramatikal bahasa Arab, baik itu dari sisi ilmu nahwu ataupun sharf. Murni dengan tujuan membedakannya dengan Umar, yaitu ketika kata tersebut dalam posisi rafa’ atau khafad/jarr. Sedangkan ketika nashab, huruf waw tersebut tidak ada. Kenapa ? karena Umar adalah isim yang tidak bertanwin (karena termasuk ‘alam ma’dul). Dalam posisi nashab, Umar tetap ditulis عمر tanpa alif rasm nashab, sedangkan Amr ditulis عمرا.
Amr yang Terzalimi
Kata Amr (عمرو) adalah salah satu kata yang sering dijadikan contoh dalam kitab ilmu nahwu dan sharf. Kemunculan kata Amr hampir sebanyak kata Zaid (زيد). Menurut para guru kita, penggunaan kata Zaid dalam contoh ilmu nahwu dan sharf memiliki filosofi tersendiri. Kata Zaid merupakan salah satu derivasi dari bentuk زاد – يزيد – زيدا yang secara bahasa berarti bertambah. Menurut guru kita, hal ini menyiratkan adanya doa untuk para pelajar agar ilmunya senantiasa bertambah, selalu bertambah sebagaimana seringnya kata Zaid ditemukan.
Lalu apa filosofi dari kata Amr (عمرو)?
Ada sebuah kisah tentang hal ini. Kisah ini -terlepas benar atau tidaknya- menyebutkan alasan tersebut. Kisah ini menurut sebagian orang terjadi pada zaman khilafah Bani Abbas ketika kekuasaan Khalifah Harun al-Rasyid, dan sebagian lagi mengatakan terjadi pada zaman khilafah Utsmaniyah (Ottoman).
Dikisahkan salah seorang Menteri Kerajaan bernama Daud ingin mempelajari kaedah bahasa Arab. Lalu dia menghadirkan salah seorang ulama di negerinya. Ia pun memulai mempelajari kaedah nahwu dan sharf sebagaimana biasa dipelajari.
Suatu hari dia bertanya kepada gurunya,
“Apa kesalahan si Amr sampai si Zaid memukulnya tiap hari (ضرب زيد عمرا)?”
“Apakah derjat Amar lebih rendah dari Zaid sehingga Zaid bebas memukulnya, menyiksanya dan Amr tidak bisa membela dirinya?”
Sang Menteri menanyakan hal ini sembari menghentakkan kakinya ke tanah sambil marah.
Gurunya menjawab, “tidak ada yang dipukul ,tidak ada yang memukul wahai Menteri. Ini cuma permisalan saja yang dibuat ulama nahwu supaya memudahkan dalam mempelajari ilmu bahasa itu.”
Jawaban ini ternyata tidak memuaskan sang Menteri. Dia marah lalu memenjarakan gurunya tersebut.
Sang Menteri kemudian menyuruh bawahannya untuk mencari ulama nahwu yang lain. Dia lalu memberikan pertanyaan yang sama kepada mereka, dan jawaban mereka pun ternyata tidak jauh beda dari jawaban ulama yg pertama tadi. Satu persatu ulama pun dipenjara akibat jawaban yang mereka berikan tidak bisa memuaskan sang Menteri. Madrasah-madrasah pun mulai sunyi akibat para ulamanya terpenjara. Hal ini kemudian jadi bahasan dimana-mana. Setiap ulama berusaha untuk mencari jalan keluarnya.
Pada akhirnya seorang ulama datang kepada sang Menteri untuk mencoba memberikan jawaban. Daud sang Menteri pun bertanya kepadanya, “Apa kesalahan Amr sehingga ia dipukul oleh Zaid dalam contoh-contoh ilmu nahwu dan sharf ?
Ulama tersebut pun berkata, “kesalahan Amr adalah karena ia telah mencuri huruf waw yg seharusnya itu milik Anda wahai Menteri”.
“Maksudnya?” tanya sang Menteri sambil keheranan.
Ulama tersebut menjawab, “ Amr (عمرو) telah mengambil huruf waw yang seharusnya milik Daud ( داود ). Kata Daud mestinya ada huruf waw untuk menguatkan harkatdlammah pada waw (maksudnya, semestinya ditulis داوود ). Harkat dlammah yang terdapat pada huruf wawnama Anda (Daud) mestinya diiringi setelahnya denganwaw, karena ia membutuhkannya. Tapi Amr telah mencuri huruf waw tersebut walaupun sebenarnya ia tidak membutuhkannya (maksudnya, sebenarnya pada kata عمرو tidak perlu ada waw karena memang sama sekali tidak berpengaruh) “.
Oleh karena itulah ulama bahasa Arab memberi kuasa kepada Zaid untuk memukul Amr (maksudnya pada contoh yang masyhur  ضرب زيد عمرا ) sebagai hukuman karena ia telah mencuri huruf waw.
Sang Menteri pun merasa puas dengan jawaban tersebut dan memuji sang Ulama. Ia lalu menawarkan hadiah kepada sang ulama. “Silahkan kamu minta hadiah apa saja !”.
Sang Ulama berkata, “Saya cuma minta agar para ulama yang anda penjarakan dibebaskan semuanya”.
Maka Menteri itu pun mengabulkan permintaan sang Ulama. Akhirnya semua ulama yang dipenjara dibebaskan serta diantarkan kembali ke madrasah-madrasah mereka dengan hadiah.
Bakr dan Ali
Selain Zaid dan Amr, nama lain yang sering dijadikan contoh dalam ilmu nahwu adalah Bakr (بكر) dan Ali (علي). Bakr secara bahasa berarti berpagi-pagi atau bersegera. Makna filosofisnya adalah agar para murid menjadi orang yang semangat dalam menuntut ilmu, bersegera, tepat waktu, serta tidak menunda-nunda dalam menuntut ilmu. Sedangkan Ali yang secara bahasa berarti tinggi, maknanya adalah doa agar para murid ditinggikan derjatnya oleh Allah karena ilmu yang ia pelajari.[]
*Dari beberapa sumber, di antaranya yang masyhur adalah kitab al-Nazharat karya Syeikh Musthafa Luthfi al-Manfaluthi.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kategori Artikel