PERJUANGAN & SUFISSME YANG TIDAK BISA DIPISAHKAN
Umar Mukhtar Al-Sanusiyah (20 Agustus 1862 sampai 16 September 1931), sebelumnya adalah seorang pengajar Al-Qur'an dan pemuka Thariqah Sanusiyah di Libya. Antara 1927-1928 ia mengumpulkan seluruh salik Thariqah Sanusiyah, dan mulai mengadakan perlawanan terhadap kolonisasi Italia atas Libya.
Selama dua puluh tahun ia memimpin seluruh gerilyawannya, para salik Thariqah Sanusiyah, untuk terus menentang kolonisasi Italia sehingga mereka selalu gagal menguasai Libya sepenuhnya. Dengan jumlah yang relatif sedikit, para 'senussi (kaum sanusiyah)', ini ternyata tidak pernah bisa ditumpas oleh penjajah Italia.
Meskipun semangat juang dan keteguhan hati mereka menjadi simbol perlawanan masyarakat Libya, namun mereka sebenarnya boleh dikatakan hanyalah sebuah jama'ah thariqah--dan Umar Mukhtar sendiri adalah sosok yang paling religius, sekaligus paling miskin, di antara mereka.
Perlawanannya begitu legendaris, sehingga pihak Italia menjulukinya sebagai 'Singa Padang Pasir'. Bahkan Jendral Attilio Teruzzi sendiri mengagumi keteguhannya dan menyebutnya sebagai 'seorang pejuang yang memiliki keteguhan dan tekad di luar manusia biasa'.
Ketika terluka dan ditangkap pada tahun 1931, tentara Italia berbondong-bondong ingin melihat Singa Padang Pasir yang begitu legendaris-- bahkan di kalangan prajurit Italia sendiri, sosok yang tak henti-hentinya melawan mereka selama dua puluh tahun hanya dengan senapan dan kuda.
Mereka mengira bahwa mereka akan menangkap sosok pejuang yang tinggi besar. Namun Sang Singa Padang Pasir, yang datang dengan terbelenggu rantai berjuntai dari tangan dan kakinya, ternyata hanyalah seorang kakek kurus berperawakan sedang--namun dengan keteguhan dan kekokohan hati yang sulit digambarkan. Keteguhannya begitu memancar, bahkan membuat para petugas penjara mengaguminya. Para interogator mengatakan bahwa Umar hanya menatap mata mereka dan tak henti-hentinya membaca ayat-ayat Al-Qur'an selama proses interogasi dan penyiksaan terhadapnya.
Ia dibawa ke Jendral Rudolfo Grazziani, yang bertanya padanya, "kau pemimpin kaum senussi. Maukah kau memerintahkan mereka untuk menyerah sehingga kita bisa menghentikan peperangan?"
Jawaban Umar yang terkenal hingga hari ini, "Kami bukan kaum yang menyerah. Kami berjuang dan menang, atau kami menemui kematian."
Pada 14 September 1931 Umar dihukum gantung di depan publik. Seluruh anggota Thariqah Sanusiyah dipaksa hadir di lokasi eksekusi, untuk menyaksikan penggantungan pemuka thariqah mereka.
Ketika ditanya apa keinginan terakhirnya, ia hanya menyebut, "Inna lillahi wa inna ilayhi roji'un. We surely belong to Allah and to Him we shall return."
Setelah itu tubuh tuanya berayun di tali gantungan, di usia 71 tahun, disaksikan oleh seluruh anggota thariqah Sanusiyah--para muridnya.
Kata-kata lainnya yang begitu terkenal ke seluruh generasi muda Libya adalah, ketika para pejuang sanusiyah menangkap beberapa tentara Italia dan akan mengeksekusi mereka, Umar melarangnya. Kata beliau, "kita bukan kaum yang membunuhi para tawanannya."
Para pejuang menjawab, "tapi mereka tidak melakukan hal yang sama terhadap kita!"
Jawaban Umar yang anggun begitu terkenal di masyarakat Libya, "Guru kita bukan mereka."
Cermatlah dalam memilih siapa yang harus menjadi guru kita.

0 komentar:
Posting Komentar