Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Minggu, 31 Juli 2022

Fiqh Tahawwulat


Malam ini Habib Abu Bakar al-Adni wafat. Banyak yg tidak tau bila beliau ini "mufakkir, pemikir" karena intelektualnya mengenai peradaban zaman. Terutama dalam hal fiqh tahawwulat.


Habib Ahmad bin Novel bin Jindan (Al-Fachriyyah), tentang salah satu gurunya yang intensif membahas ilmu tentang tanda-tanda kiamat. Sosok itu ialah Habib Abu Bakar 'Adni bin Ali al-Masyhur.


Suatu hari, Habib Abu Bakar membaca kitab hadits di hadapan gurunya, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf Jeddah, Arab Saudi. Pas hadits yang dibaca adalah tentang nubuat Rasulullah tentang negeri Irak yang dilanda gejolak, sampai-sampai tak ada makanan maupun uang, embargo ekonomi berlaku.


Lalu Habib Abu Bakar bertanya kepada Habib Abdul Qadir, apakah kabar tersebut sudah terjadi, atau belum terjadi, atau sedang terjadi sebab saat itu Irak sedang perang dengan Kuwait. Sang guru menyuruh muridnya itu membaca kitab-kitab syarah hadits tersebut.


Kemudian Habib Abu Bakar menemukan keterangan bahwa ternyata kondisi Irak yang disebutkan dalam hadits itu sudah terjadi berulang kali. Mulai dari sini beliau terilhami untuk menyusun metodologi khusus untuk membaca ayat-ayat maupun hadits-hadits mengenai tanda-tanda akhir zaman, sehingga menjadi satu disiplin ilmu yang utuh.


Maka lahirlah cabang ilmu baru yang beliau sebut dengan Fiqh at-Tahawwulat (fiqh; pemahaman mendalam, tahawwulat; dinamika zaman). Meskipun pada dasarnya hakekat ilmu ini sudah ada sejak zaman Rasulullah, sudah pula dipahami para salaf, namun perumusannya secara metodologis baru muncul saat ini.


Beliau merasa perlu memopulerkan ilmu ini di tengah kondisi global yang ricuh dan tidak stabil. Plus agar umat Islam -khususnya- para dai dan ulamanya tidak keliru membaca realita, tidak terpancing menjadi bahan bakar huru-hara, tidak terpedaya hasutan bala tentara Dajjal untuk saling menghancurkan.


Sampai-sampai beliau menyebut bahwa ilmu ini adalah ilmu yang terabaikan. Padahal posisinya sejajar dengan tiga ilmu lain yang sudah mendarah daging dalam kehidupan umat Islam, yakni akidah, ibadah, dan akhlak.


Bahkan beliau sebut pula bahwa pemahaman dan penyikapan terhadap tanda-tanda kiamat merupakan 'rukun agama keempat' setelah Iman, Islam, dan Ihsan. Sebab keempat-empatnya disebutkan berurutan di dalam Hadits Jibril yang masyhur itu.


Nah, berbeda dengan Syaikh Imran Hosen yang saya sebut di awal, kajian eskatologi Habib Abu Bakar fokus kepada metodologi ilmiah sebagai ilmu yang tanggal dan utuh. Beliau sudah menulis banyak kitab tentang Fiqh Tahawwulat ini, seperti "Al-Usus al-Munthaliqat fi Tahlili wa Tafshili Ghawamidhi Fiqhit Tahawwulat", "At-Talid wat Tharif Syarh Manzhumati Fiqhit Tahawwulat wa Sunnatil Mawaqif", "An-Nubdzatus Shughra li Ma'rifatir Ruknir Rabi' min Arkanid Din wa 'Alamatihis Shughra wal Wustha wal Kubra", dan lain-lain.


Judul terakhir yang saya sebut, Nubdzah Shughra, bisa dikatakan sebagai kitab dasar pengantar bagi ilmu Fiqh Tahawwulat. Pernah di-daurah-kan di Al-Fachriyyah bersama wakil Habib Abu Bakar di Indonesia, Syaikh Samih al-Kuhaili.


Berbeda dengan kajian eskatologis dai-dai lokal yang dipenuhi prediksi, spekulasi, teror konspirasi, bias penafsiran dan segala jenis kesuraman, Habib Abu Bakar menawarkan metodologi yang runtut dan ilmiah dalam membaca hadits-hadits tentang tanda-tanda kiamat. Plus, beliau juga menawarkan solusi praktis nan generik yang bisa dicerna oleh kaum muslimin secara umum.


Di bagian ke-24 kitab Nubdzah Shughra, Habib Abu Bakar menyebutkan bahwa suatu kekeliruan jika mempelajari ilmu tanda kiamat membuat umat jadi panik, pesimis, dan tidak produktif. Sebab nash-nash Al-Quran maupun hadits sebenarnya sudah menawarkan solusinya, jalan selamat, bahkan teknik penjagaannya.


Lalu di bagian akhir kitab, beliau memberikan satu resep generik bagi kaum muslimin yang mengalami masa-masa fitnah saat ini. Yakni; menjaga lisan dari mencela, dan menjaga tangan dari pertumpahan darah.


حفظ اللسان من الذم وحفظ اليد من الدم


Inilah pendirian yang dilazimi para salaf dan leluhur beliau, seperti Imam Hasan bin Ali, Imam Ali al-Uraidhi, dan Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir. Tentu tak pantas bagi saya untuk berpanjang lebar menuliskan tema ini. Kita nantikan saja murid-murid Habib Abu Bakar muncul di medsos sebagai dai Fiqh Tahawwulat, sehingga kita bisa mengambil ijazah dan faedah dari mereka.


Sumber : Fb


(Zia Ul Haq)

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kategori Artikel