Media Sebagai Bagian Dari Dakwah untuk menyampaikan Islam yang Rahmatan lil 'Alamin dengan Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah.


Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim no. 1893)

Rabu, 15 Juli 2015

TAKBIR BERJAMAAH DI HARI RAYA

ANJURAN TAKBIR BERJAMAAH DI HARI RAYA

Oleh : Buya Yahya)


بسم الله الرحمن الرحيم 
الحمد لله رب العالمين و الصلاة و السلام على رسول الله سيدنا محمد بن عبد الله و على أله و صحبه و من والاه. أما بعد

Bertakbir di malam hari raya adalah merupakan sunnah Nabi Muhammad yang amat perlu untuk di lestarikan dalam menampakkan dan mengangkat syi’ar Islam.Para ulama dari masa kemasa sudah biasa mengajak ummat untuk melakukan takbir baik setelah sholat (takbir muqoyyad) atau di luar sholat (takbir mursal).
Lebih lagi takbir dengan mengangkat suara secara kompak yang bisa menjadikan suara semakin bergema dan berwibawa adalah yang biasa dilakukan ulama dan ummat dari masa kemasa.
Akan tetapi ada sekelompok kecil dari orang yang hidup di akhir zaman ini begitu berani mencaci dan membid’ahkan takbir bersama-sama. Dan sungguh pembid’ahan ini tidak pernah keluar dari mulut para salaf (ulama terdahulu).

Mari kita cermati riwayat-riwayat berikut ini yang menjadi sandaran para ulama dalam mengajak bertakbir secara kompak dan bersama-sama.

Berdasarkan Hadits dalam Shohih Imam Bukhori No 971 yang diriwayatkan oleh Ummi Athiyah, beliau berkata :

كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ، حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيّاَضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ، وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ.(رواه البخاري)
Artinya : “Kami diperintahkan untuk keluar pada hari raya sehingga para wanita-wanita yang masih gadispun diperintah keluar dari rumahnya, begitu juga wanita-wanita yang sedang haid dan mereka berjalan dibelakang para manusia (kaum pria) kemudian para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia (kaum pria)dan berdoa dengan doanya para manusia serta mereka semua mengharap keberkahan dan kesucian hari raya tersebut”.

Di sebutkan dalam hadits tersebut
فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ 

para wanita tersebut mengumandangkan takbir bersama takbirnya manusia. Itu menunjukan takbir terjadi secara berjamaah atau bersamaan.

Bahkan dalam riwayat imam Muslim dengan kalimat”para wanita bertakbir bersama-sama orang-orang yang bertakbir”
يُكَبِّرْنَ مَعَ النَّاس

Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari sayyidina Umar bin Khottob dalam bab takbir saat di mina

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُكَبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنًى فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكَبِّرُ أَهْلُ 
الْأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا

Artinya : “Sahabat umar bertakbir di qubahnya yang berada di tanah mina lalu penduduk masjid mendengarnya dan kemudian mereka bertakbir begitu penduduk pasar bertakbir sehingga tanah mina bergema dengan suara takbir” .

Ibnu Hajar Al Asqolani (pensyarah besar kitab shohih buhkori) mengomentari kalimat :
حَتَّى تَرْتَجَّ مِنًى تَكْبِيرًا 
Dengan
“أي يَضْطَرِّبُ وَتَتَحَرَّكُ, وَهِيَ مُبَالَغَةٌ فِي اجْتِمَاعِ رَفْعِ الصَّوْت ” 

Bergoncang dan bergerak, bergetar yaitu menunjukan kuatnya suara yang bersama-sama .

Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i ra dalam kitab Al’um 1/264 :

أَحْبَبْتُ أَنْ يَكُبِّرَ النَّاسُ جَمَاعَةً وَفُرَادًى فِي المَسْجِدِ وَالْأَسْوَاقِ وَالْطُرُقِ وَالْمَنَازِلِ والْمُسَافِرِيْنَ والْمُقِيْمِيْنَ فِي كُلِّ حَالٍ وَأَيْنَ كَانُوْا وَأَنَ يَظْهَرُوْا الْتَكْبِيْرَ ”

Artinya : “Aku senang(maksudnya adalah sunnah) orang-orang pada bertakbir secara bersama dan sendiri-sendiri, baik di masjid, pasar, rumah, saat bepergian atau rmukim dan setiap keadaan dan di manapun mereka berada agar mereka menampakkan(syi’ar) takbir”.

Tidak pernah ada dari ulama terdahulu yang mengatakan takbir secara berjamaah adalah bid’ah. Bahkan yang ada adalah justru sebaliknya anjuran dan contoh takbir bersama-sama dari ulama terdahulu .
Kesimpulan tentang takbir bersama-sama:

Pernah terjadi takbir barsama-sama pada zaman Rasulullah dan para sahabat

Anjuran dari Imam Syafi’i ra mewakili ulama salaf .

Tidak pernah ada larangan takbir bersam-sama dan juga tidak ada perintah takbir harus sendiri-sendiri.Yang ada adalah anjuran takbir dan dzikir secara mutlaq baik secara sendirian atau berjamaah.

Adanya pembid’ahan dan larangan takbir bersama-sama hanya terjadi pada orang-orang akhir zaman yang sangat bertentangan dengan salaf.
Menghidupkan malam hari raya dengan ibadah
Hukum menghidupkan malam hari raya dengan amal ibadah. Sudah disepakati oleh para ulama 4 madzhab bahwa disunnahkan untuk kita menghidupkan malam hari raya dengan memperbanyak ibadah. Imam nawawi dalam kitab majmu’ berkata sudah disepakati oleh ulama bahwa dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan ibadah dan pendapat seperti ini juga yang ada dalam semua kitab fiqh 4 madzhab. Artinya kita dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan sholat, berdzikir, dan membaca Al-Quran khususnya bertakbir. Karena malam hari raya adalah malam bergembira, banyak sekali hamba-hamba yang lalai pada saat itu maka sungguh sangat mulia yang bisa mengingat Allah di saat hamba-hamba pada lalai.

Share:

GUGURKAH SHALAT JUM'AT KARENA SHALAT IED PADA HARI JUM'AT ?

Apakah Tidak Wajib Jum'atan Ketika Hari Raya Jatuh Pada Hari Jum'at?

Terdapat sebuah hadits dari Zaid bin Arqam :

لِخَبَرِ زَيْدِ بن أَرْقَمَ قال اجْتَمَعَ عِيدَانِ على عَهْدِ رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم في يَوْمٍ وَاحِدٍ فَصَلَّى الْعِيدَ في أَوَّلِ النَّهَارِ وقال يا أَيُّهَا الناس إنَّ هذا يَوْمٌ اجْتَمَعَ لَكُمْ فيه عِيدَانِ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَشْهَدَ مَعَنَا الْجُمُعَةَ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَفْعَلْ رَوَاهُ أبو دَاوُد وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَ إسْنَادَه

Hadits dari Zaid bin Arqam berkata : telah berkumpul dua Ied (jumat dan hari raya) pada masa Rosulullah saw pada satu hari itu, maka Beliau shalat ied di awal siang, Beliau bersabda : "para hadirin, pada hari ini bertemu dua hari raya (jum'at dan ied) barang siapa suka menghadiri jum'at bersama kami maka hadirilah, dan barang siapa yg suka memilih pulang (tidak shalat jumat) maka pulanglah. diriwayatkan oleh abu dawud dan hakim dan shahih sanadnya.

Nah, bagaimanakah maksudnya? apakah jika hari raya bertepatan dengan hari jum'at seseorang tidak wajib shalat jum'at?

Imam Nawawi dalam kitab Muhadzdzab juz I hal. 109 menerangkan :

وَإِنِ اتَفَقَ يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ فَحَضَرَ أَهْلُ السَّوَادِ فَصَلَّوْا الْعِيْدَ جَازَ أَنْ يَنْصَرِفُوْا وَيَتْرُكُوْا الْجُمْعَةَ لِمَا رُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ فِيْ خُطْبَتِهَ: "أَيُّهَا النَّاسُ قَدِ اجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِيْ يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ الْعَالِيَةِ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَنَا الْجُمْعَةَ فَلْيُصَلِّ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَنْصَرِفْ" وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ (قَوْلُهُ السَّوَاد) هُمْ أَهْلُ الْقُرَى وَالْمَزَارِعِ حَوْلَ الْمَدِيْنَةِ الْكَبِيْرَةِ (قَوْلُهُ أَهْلِ الْعَالِيَةِ) قَالَ الْجَوْهَرِيْ: الْعَالِيَةُ مَا فَوْقَ نَجْدٍ إِلَى أَرْضِ تِهَامَةَ وَإِلَى وَرَاءِ مَكَّةَ وَهُوَ الْحِجَازُ وَمَا وَالاَهَا. (قَالَ الشَّافِعِيُّ) وَلاَ يَجُوْزُ هَذَا لأَحَدٍ مَنْ أَهْلِ الْمِصْرِ أَنْ يَدَعُوْا أَنْ يَجْتَمِعُوْا إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ يَجُوْزُ لَهُمْ بِهِ تَرْكُ الْجُمْعَةِ وَإِنْ كَانَ يَوْمَ عِيْدٍ. اهـ

Artinya :
“Apabila hari raya betepatan dengan hari Jum’at, maka penduduk kampung yang jauh dari tempat shalat id yang telah hadir untuk melaksanakan shalat id boleh kembali ke kampungnya, tidak usah mengikuti jum’atan. Diriwayatkan dari sayyidina Utsman ra beliau bekata dalam khutbahnya wahai manusia, pada hari ini terjadi dua hari raya(maksudnya hari jum'ah&hari raya)maka barang siapa di antara penduduk kampung yang jauh dari tempat shalat id ini menghendaki ikut shalat Jum’at, silahkan dan barang siapa yang pulang ke kampungnya silahkan ia pulang.Atas perkata sayyiduna Utsman ini tidak seorangpun sahabat yang mengingkarinya. 
(kata-kata “as-sawad”) artinya: penduduk perkampungan dan persawahan di sekitar kota besar (kata-kata “al-aliyah”) Imam Jauhari mengatakan yaitu kawasan pegunungan di atas kota Najd sampai daratan Tihamah sampai belakang Makkah, Hijaz dan sekitarnya.
Imam Syafi’i bekata: tidak boleh meninggalkan Jum’atan bagi salah seorang penduduk kota kecuali karena adanya udzur yang memperbolehkan tidak Jum’atan, walaupun bertepatan dengan hari raya.

Dan dalam kitab arraudhah dijelaskan  :

فرع : إذا وافق يوم العيد يوم جمعة وحضر أهل القرى الذين يبلغهم لصلاة العيد وعلموا أنهم لو انصرفوا لفاتتهم الجمعة فلهم أن ينصرفوا ويتركوا الجمعة في هذا اليوم على الصحيح المنصوص في القديم والجديد. وعلى الشاذ عليهم الصبر للجمعة.

Bila hari raya bertepatan dengan hari jumah dan penduduk desa yaitu mereka-mereka yang mendengar seruan shalat Ied dan mereka yakin andaikan mereka membubarkan diri (meninggalkan masjid dan pulang kerumah masing-masing) mereka akan ketinggalan shalat maka bagi mereka diperkenankan membubarkan diri dan meninggalkan shalat jumah dihari seperti ini menurut pendapat yang shahih, sedang menurut pendapat yang syadz(ganjil) bagi mereka wajib menunggu pelaksanaan shalat jumat.
Raudhah at-Thoolibiin I/173

KESIMPULAN NYA :

Kesimpulan dari pemaparan diatas ialah orang yang tidak wajib jum'atan ketika bertepatan pada hari Jum'at itu ketika rumahnya sangat jauh dari masjid, sehingga ketika pulang dari shalat ied lalu pergi untuk shalat jum'at ia akan tertinggal jumatannya karena sangat jauhnya antara tempat ia tinggal dan masjid. Jadi jika zaman sekarang menggunakan Qaul diatas sangatlah tidak tepat, karena sekarang zaman serba dekat sejauh apapun masjid pasti dapat sampai dalam waktu yang cukup singkat.

Wallahu a'lam
Share:

KISAH HASAN AL BASHRI (PENTINGNYA HUSNUZAN)

Suatu hari di tepi sungai Dajlah, Hasan al-Basri melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang perempuan. Di sisi mereka terletak sebotol arak.
Kemudian Hasan berbisik dalam hati, "Alangkah buruk akhlak orang itu dan baiknya kalau dia seperti aku!".
Tiba-tiba Hasan melihat sebuah perahu di tepi sungai yang sedang tenggelam.  Lelaki yang duduk di tepi sungai tadi terus terjun untuk menolong penumpang perahu yang hampir lemas. Enam dari tujuh penumpang itu berhasil diselamatkan. Kemudian dia berpaling ke arah Hasan al-Basri dan berkata, "Jika engkau memang lebih mulia daripada saya,  maka dengan nama Allah selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong. 
Engkau diminta untuk menyelamatkan satu orang saja, sedang saya telah menyelamatkan enam orang".
Bagaimanapun Hasan al-Basri gagal menyelamatkan yang seorang itu. Maka lelaki itu berkata padanya,
"Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya ini adalah ibu saya sendiri, sedangkan botol itu hanya berisi air biasa,  bukan anggur atau arak".
Hasan al-Basri terpegun lalu berkata, "Kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan enam orang tadi dari bahaya tenggelam ke dalam sungai, maka selamatkanlah saya dari tenggelam dalam kebanggaan dan kesombongan" . Lelaki itu menjawab, "Mudah-mudahan  Allah mengabulkan permohonan tuan"
Semenjak itu, Hasan al-Basri semakin dan selalu merendahkan hati  bahkan ia menganggap dirinya sebagai makhluk yang tidak lebih daripada orang lain. Jika Allah membukakan pintu solat tahajud untuk kita,  janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang sedang tertidur nyenyak. Jika Allah membukakan pintu puasa sunat,  janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang tidak ikut berpuasa sunat.
Boleh jadi orang yang gemar tidur dan jarang melakukan puasa sunat itu lebih dekat dengan Allah,  daripada diri kita.
Ilmu Allah sangat amatlah luas. 
Jangan pernah taksub & sombong pada amalanmu.
Share:

Kamis, 02 Juli 2015

ILMU DAN AMAL

Dinukil dari kitab Ihya' 'Ulumuddin karya Hujjatul Islam Imam Al Gazzali.'

ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ " ﺇﻥ ﺃﺷﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﺬﺍﺑﺎً ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻋﺎﻟﻢ ﻟﻢ  ﻳﻨﻔﻌﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻌﻠﻤﻪ


Nabi shallallahu alaihi wasalaam bersabda :" Sesungguhnya siksaan manusia yg paling berat dihari kiyamat adalah orang alim yang Allah tidak memberikan manfa'atnya ilmu kepadanya"


ﻭﻋﻨﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ 
ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﺮﺀ ﻋﺎﻟﻤﺎً ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﻋﺎﻣﻼً 


dan dari Nabi shallallahu alaihi wasalaam bersabda
 seseorang tidaklah menjadi orang alim sehingga dia mengamalkan ilmunya


ﻭﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ  ﻣﻦ ﺍﺯﺩﺍﺩ ﻋﻠﻤﺎً ﻭﻟﻢ ﻳﺰﺩﺩ ﻫﺪﻯ ﻟﻢ ﻳﺰﺩﺩ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﺑﻌﺪﺍً 

Nabi shallallahu alaihi wasalaam bersabda : " Barang siapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah hidayahnya maka tidaklah bertambah dari Allah kecuali bertambah jauh"



ﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ : ﺇﻥ ﺃﺧﻮﻑ ﻣﺎ ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﺍﻟﻌﻠﻴﻢ . ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻭﻛﻴﻒ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻨﺎﻓﻘﺎً ﻋﻠﻴﻤﺎً؟ ﻗﺎﻝ : ﻋﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺟﺎﻫﻞ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ



Sayyidina Umar Bin Khatab    berkata Sesungguhnya paling mengkhawatirkannya umat ini adalah para munafiq yang berilmu.Para sahabat bertanya “Bagaimana orang munafiq tapi ia alim?” Sayyidina Umar menjawab “Mereka alim dalam lisannya tapi tidak dalam hati dan amaliahnya”



:ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ 
 ﻻ ﺗﻜﻦ ﻣﻤﻦ ﻳﺠﻤﻊ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﻃﺮﺍﺋﻒ ﺍﻟﺤﻜﻤﺎﺀ 
ﻭﻳﺠﺮﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻣﺠﺮﻯ ﺍﻟﺴﻔﻬﺎﺀ


Hasan al-Bashri rh berkata : Janganlah kalian menjadi pengumpul ilmu-ilmu ulama dan kata-kata bijak ahli hikmah namun dalam pengamalannya sebagaimana
.pengamalan orang-orang bodoh



ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻤﺒﺎﺭﻙ : ﻻ ﻳﺰﺍﻝ ﺍﻟﻤﺮﺀ ﻋﺎﻟﻤﺎً ﻣﺎ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻓﺈﺫﺍ ﻇﻦ ﺃﻧﻪ ﻗﻂ ﻋﻠﻢ ﻓﻘﺪ ﺟﻬﻞ



Ibn al-Mubaarak berkata:Selama seseorang mau belajar ilmu ia akan menjadi orang alim namun saat ia merasa dirinya telah alim sesungguhnya ia adalah orang bodoh


Wallahu a'lamu.
Share:

Kategori Artikel